Erick Thohir: Ada Penyusup di Agenda Green Economy, Mirip Zaman VOC

Menteri BUMN Erick Thohir di masjid Istiqlal, Jakarta.
Sumber :
  • istimewa

VIVA – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengungkapkan adanya penyusup dari agenda internasional transformasi ke Ekonomi Hijau atau Green Economy. Terutama yang disuarakan negara maju.

Media Asing Remehkan Mimpi Erick Thohir Bawa Timnas Indonesia ke Ranking 50 FIFA: Mustahil

Dari sisi tujuan untuk menciptakan keberlanjutan lingkungan hidup dan kesejahteraan generasi mendatang, Erick mengaku itu baik. Namun, ada faktor lain yang ditegaskannya seperti disusupi kepentingan lain.

"Banyak negara maju sekarang menekankan bahwa harus ke green economy, setuju, sangat setuju," kata dia saat Orasi Ilmiah di Universitas Brawijaya, Sabtu, 27 November 2021.

Optimis, Erick Thohir Targetkan Timnas Indonesia Tembus Ranking 50 FIFA

Baca juga: Jepang Beli Cangkang Sawit RI US$12 Juta Per Tahun, Untuk Apa?

Penyusupan kepentingan ini dikatakannya tergambar jelas dari pelaksanaan G20 di Roma dan di COP26 di Glasgow pada Oktober-November 2021 lalu, yang turut dihadiri Presiden Joko Widodo.

Setoran Dividen BUMN Sudah Capai Target 100 Persen, Ini 10 Perusahaan Penyumbang Terbesar

"Indonesia punya komitmen yang sama untuk transformasi itu, tetapi kalau green economy ini disusupi hanya kepentingan supaya kita tidak jadi negara maju adalah sesuatu yang harus kita tolak," paparnya.

Pada pertemuan itu, bahkan Presiden Joko Widodo, dikatakannya sampai menolak untuk menandatangani salah satu kesepakatan di G20 yang berkaitan dengan rantai pasok. 

"Bapak Presiden tidak mau tanda tangan di G20 mengenai supply chains karena salah satunya kita ditekan hanya membuka industri pertambangan kita harus dikirim sebanyak-banyaknya ke negara lain," paparnya.

Presiden Joko Widodo menghadiri KTT COP26 yang dilaksanakan di Scottish Event Campus, Glasgow, Skotlandia.

Photo :
  • Biro Pers Sekretariat Presiden

Kewajiban Indonesia harus membuka selebar-lebarnya pasokan pertambangan, khususnya barang mentah ini saat kesepakatan G20 tersebut menurutnya tidak ada beda seperti zaman VOC.

"Jadi apa bedanya waktu zaman dahulu, zaman VOC datang ke sini mencari pala dan rempah. Hari ini sama sumber daya alam (SDA) kita harus dibuka," ungkap Erick.

Dia menegaskan, pemerintah saat ini berkomitmen tidak mau sumber daya alam dipakai sebebas-bebasnya hanya untuk membantu negara lain meningkatkan pertumbuhan ekonominya.

"Kita tidak anti asing tapi sudah sewajarnya SDA kita harus dipakai untuk pertumbuhan ekonomi kita yang sebesar-besarnya. Market kita harus dipakai untuk pertumbuhan ekonomi bangsa," tutur Erick.

Oleh sebab itu, dia menekankan, Presiden Joko Widodo dan dirinya telah tegas menyampaikan bahwa mulai saat ini Indonesia harus menjadi sentral pertumbuhan ekonomi dunia, bukan sebaliknya.

"Bahwa ini adalah sudah waktunya kita menjadi sentra daripada pertumbuhan ekonomi dunia, ekonomi dunia jadi bagian pertumbuhan kita, bukan dibalik kita hanya dijadikan sapi perah saja," tegas Erick.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya