Serikat Buruh Minta Penetapan UMP 2022 Dicabut
- VIVA/Kenny Putra
VIVA – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.Â
MK juga memerintahkan untuk perbaikan UU Cipta Kerja dalam tenggang waktu 2 tahun sejak putusan MK diucapkan. Apabila tidak diperbaiki, maka UU Cipta Kerja tersebut inkonstitusional secara permanen.Â
Merespons itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal meminta seluruh kepala daerah di Indonesia, untuk mencabut Surat Keputusan penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) 2022 yang berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.Â
"Dengan kata lain seluruh gubernur dan bupati/wali kota di wilayah Republik Indonesia wajib mencabut SK perihal UMP (2022) termasuk gubernur DKI Jakarta. Bapak Anies Baswedan harus mencabut SK terkait UMP 2022," kata Said dalam komferensi pers virtual, Kamis, 25 November 2021.
Selain itu, KSPI juga mendesak kepada seluruh kepala daerah agar mengembalikan formula penetapan UMP dan UMK 2022 berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan PP No 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.Â
"Saya ulangi, KSPI meminta kepada seluruh gubernur di Indonesia, bupati/wali kota di Indonesia agar dalam menetapkan upah minimum baik UMP atau UMK tahun 2022 harus kembali mengacu kepada UU Nomor 13 tahun 2003 dan PP Nomor 78 tahun 2015," ujarnya.
Dalam kesempatan sama, Said Iqbal mengapresiasi MK atas putusan tersebut. Menurut dia, putusan yang dikeluarkan sesuai dengan kehendak buruh, yang menolak keras penerapan UU Cipta Kerja klaster sektor Ketenagakerjaan, yang dinilai jahat terhadap kaum buruh.