Industri Farmasi Mulai Kebingungan Salurkan Obat COVID-19

Ilustrasi obat COVID-19.
Sumber :
  • Health Europa

VIVA – Gabungan Perusahaan (GP) Farmasi Indonesia mengaku tengah kebingungan untuk menyalurkan obat-obatan COVID-19. Sebab, saat ini jumlah yang telah diproduksi sangat melimpah.

Pasien Kanker Alami Nyeri Luar Biasa, Ternyata Ini Penyebabnya

Ketua Umum GP Farmasi Tirto Kusnadi mengatakan, jumlah ini seiring dengan tingginya produksi obat-obatan yang terkait COVID-19 saat peningkatan penyebaran terjadi pada Juli-Agustus 2021.

Saat itu, dia mengatakan, beberapa industri yang memproduksi obat-obatan di dalam negeri bahkan sampai ada yang berproduksi 24 jam untuk memenuhi kebutuhan permintaan obat COVID-19 akibat varian delta.

Kemenkes dorong Produksi Obat dalam Negeri agar Tak Bergantung Produk Impor

"Tapi sekarang kita obat COVID banyak sekali tersedia dan sekarang para produsennya mulai bingung mau dikemanakan obat ini kalau COVID benar-benar terkendali," katanya di Kadin Indonesia, Rabu, 24 November 2021.

Presiden Jokowi sidak ke apotek cari obat terapi COVID-19.

Photo :
  • repor video.
Akselerasi Ketahanan Industri Obat Nasional, Komisi IX Dorong OMAI Masuk JKN

Akan tetapi, dia menekankan, ini bukan berarti 160 industri farmasi mengharapkan Pandemi COVID-19 kembali merebak sangat pesat di tanah air. Melainkan untuk membuktikan bahwa Indonesia tidak kekurangan obat.

Jika Kedaluwarsa Harus Dimusnahkan

Dia melanjutkan, jika obat sudah kedaluwarsa maka mau tidak mau harus dimusnahkan. "Tapi kalau sudah tidak bisa dipakai ya terpaksa harus dimusnahkan kalau memang mendekati expired. Kita tidak mau terjadi kasus yang baru tapi kita tetap mengatakan obat tidak usah dikhawatirkan," paparnya.

Tirto menekankan, pada dasarnya seluruh anggota GP Farmasi memiliki idle capacity produksinya sekitar 40-50 persen. Sehingga mampu memenuhi kebutuhan obat menjadi dua kali lipat.

"Tapi permintaan ini tentunya tidak bisa mendadak, mungkin seperti kemarin kita lihat pasokan obat pernah menjadi khawatir karena tidak ada, Bapak Presiden sampai cek ke Bogor, ribut karena itu mendadaknya," ucap dia.

Selain kapasitas yang masih besar meski produksinya memerlukan waktu 2-3 bulan, Tirto memastikan bahwa harga jual obat di Indonesia merupakan yang termurah dibandingkan negara-negara di tempat lain.

"Jadi saya mohon jangan sampai ada yang mengatakan obat mahal, kami sakit hati pak dengan kerupuk saja yang misal Rp1.000 ada obat yang cuma Rp300 rupiah per tablet untuk kendalikan tekanan darah," tegasnya.

Tembakau kering yang dilinting untuk menjadi rokok di pabrik.

Praktisi Pemasaran Ungkap Dampak Buruk Kemasan Rokok Tanpa Merek

Gelombang penolakan terus berdatangan terhadap rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek.

img_title
VIVA.co.id
12 November 2024