Alasan Insentif Hulu Migas Dibutuhkan untuk Genjot Produksi
- Dok. Pertamina
VIVA – Di tengah dorongan global untuk beralih kepada energi baru terbarukan (EBT), pemerintah diminta tetap memperhatikan sektor hulu migas. Hal itu karena peran strategisnya masih dibutuhkan sebagai sumber energi transisi.
Selain itu, dari sisi ekonomi sektor ini pun masih menjadi salah satu sumber penerimaan negara yang utama sekaligus komponen utama penggerak perekonomian nasional.
Bahkan, sektor ini perlu jadi perhatian lebih agar investasi dapat ditingkatkan secara signifikan, sehingga cita-cita peningkatan produksi migas untuk menutup kebutuhan energi Indonesia masa depan dapat direalisasi.
Baca juga: Harga Emas Hari Ini 22 November 2021: Global Stabil, Antam Stagnan
Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro, mengatakan, peningkatan investasi dibutuhkan untuk mendongkrak produksi. Hal ini mutlak dibutuhkan karena pemerintah harus mewaspadai laju penurunan kinerja sumur-sumur migas di Tanah Air.
“Kinerja sumur berdampak langsung pada produksi migas nasional. Hal yang paling krusial adalah untuk mengantisipasi produksi migas yang menurun. Padahal konsumsi kita naik terus," kata Komaidi, dalam keterangannya, dikutip Senin 22 November 2021.
Selain itu, dengan melihat cadangan minyak terbukti Indonesia saat ini sekitar 3,8 milyar barel (BBO) dan cadangan terbukti gas sekitar 77 triliun kaki kubik (TCF). Maka cadangan gas yang jauh lebih besar dibanding minyak, menjadi modal Indonesia untuk sukses mengawal transisi energi.
Kemudian, dilihat dari kontribusi hulu migas menurut Komaidi membuat sektor ini masih realistis untuk terus dijaga dan dikembangkan. Salah satu cara yang harus dikedepankan adalah pemberian insentif.
Komaidi menilai inisiatif dari SKK Migas agar blok Mahakam mendapatkan insentif dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) patut untuk diduplikasi.
SKK Migas sebelumnya telah usulkan sembilan paket insentif hulu migas kepada Kementerian ESDM. Sejauh ini ada 6 insentif Penundaan sementara pencadangan biaya kegiatan pasca operasi atau Abandonment and Site Restoration (ASR).
Kemudian pengecualian PPN LNG melalui penerbitan PP 48/2020 tentang impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dikecualikan dari Kewajiban PPN.
"Insentif ke blok Mahakam saya kira positif, upaya-upaya seperti blok mahakam saya kira yang perlu diduplikasi," ujar Komaidi.
Sedangkan, Tenaga Ahli Kepala SKK Migas, Luky Agung Yusgiantoro, mengatakan secara konsisten lembaganya mengusahakan pencapaian target tersebut dan memonitor pencapaian dari usaha-usaha yang dilakukannya.
Salah satu wadahnya adalah, melalui gelaran The 2nd International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas 2021 yang berlangsung dari 29 November hingga 1 Desember 2021.
"Melalui konvensi ini, kami berharap kolaborasi antar stakeholder yang sudah terbangun sejak tahun lalu, dapat semakin ditingkatkan, sehingga usaha peningkatan investasi dan produksi, dapat dilakukan semakin massif," kata Luky.
Capaian itu dengan rincian lifting minyak sebesar 661 ribu barel minyak per hari (BOPD), atau 93,8 persen dari target APBN 2021 sebesar 705 ribu BOPD. Sedangkan lifting gas sebesar 5.481 MMSCFD (standar kaki kubik per hari) dari target APBN sebesar 5.638 MMSCFD atau tercapai 97,2 persen.
Kemudian, pada 2020, kontribusi hulu migas pada penerimaan negara mencapai Rp122 triliun atau 144 persen dari target APBN-P 2020. sehingga, SKK Migas terus berupaya meningkatkan kontribusi penerimaan di tengah pandemi COVID.
Bahkan, hingga kuartal III-2021, realisasi penerimaan negara dari sektor hulu migas mencapai US$9,53 miliar atau melebih target tahun ini sebesar US$7,28 miliar.
Sebelumnya pun diketahui, SKK Migas juga telah mencanangkan target besar untuk 2030, yaitu produksi minyak sebesar 1 juta BOPD dan gas sebesar 12 BSCFD.