KSPSI Tolak Keras Besaran Kenaikan Upah Minimum 2022, Ini Alasannya
- ANTARA/Zabur Karuru
VIVA – Pemerintah Pusat menetapkan Upah Minimum (UM) nasional 2022 naik sebesar 1,09 persen. Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) secara tegas menolak besaran kenaikan kenaikan upah tersebut.
Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea mengaku kecewa atas keputusan tersebut. Dia menilai, kenaikan sangat tidak adil karena dipukul rata semua industri. Karena, ada sejumlah sektor usaha yang punya pertumbuhan di atas angka tersebut seperti, rumah sakit, farmasi, telekomunikasi, dan sektor pertambangan.
"Kenaikan upah ini tidak adil. Kami sangat menolak," tegasnya dalam konferensi pers usai Rapat Koordinasi Nasional Anggota Dewan Pengupahan KSPSI di Jakarta, dikutip Sabtu, 20 November 2021.
Andi Gani mempertanyakan formula yang dipakai Pemerintah dalam menetapkan upah minimum tersebut. Karena di atur dengan didasari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Sebab menurutnya, saat ini Undang-Undang Cipta Kerja tengah digugat di Mahkamah Konstitusi untuk uji formil dan materil. Artinya, belum ada keputusan hukum yang tetap untuk UU Cipta Kerja tersebut.
Baca juga: UMP Sumbar 2022 Ditetapkan Rp2,5 Juta, Naik Rp28 Ribu
"Karena aturan turunan dari UU Cipta Kerja ini belum inkracht, belum ada keputusan MK, maka harusnya formula lama yang dipakai," jelasnya.
Atas keputusan Pemerintah itu, Andi Gani meminta agar Anggota Dewan Pengupahan dari KSPSI baik itu melalui DPD dan DPC KSPSI berupaya memperjuangkan kenaikan Upah minimum 2022 secara maksimal. Kemenaker pun diminta menentukan formula yang tepat dan memenuhi rasa keadilan bagi buruh.
"DPP KSPSI meminta perangkat organisasi DPD dan DPC KSPSI mengawal perundingan dan memberikan arahan kepada Anggota Dewan Pengupahan dari KSPSI untuk mencapai hasil yang terbaik," ujar Andi Gani yang juga Pimpinan Konfederasi Buruh Se-ASEAN (ATUC) ini.
Lebih lanjut, dia mengaku sudah menemui beberapa petinggi negara untuk melakukan dialog intensif terkait penetapan upah buruh. Namun, dia belum menjabarkan secara detail hasil dari pertemuan itu.
"Kami tidak akan tinggal diam. Kami masih menunggu masih ada waktu 10 hari sebelum diputuskan secara resmi Pemerintah. Saya harap ada perubahan. Kalau tidak terpaksa akan ada aksi besar nasional di seluruh wilayah Indonesia yang akan ditentukan dalam waktu dekat," ucapnya.
Dia pun mengimbau untuk daerah yang sudah menetapkan akan berunjuk rasa, agar tetap mengedepankan unjuk rasa damai dan menerapkan protokol kesehatan ketat. Sehingga upaya memutus mata rantai penyebaran COVID-19 tidak terganggu.