Fatwa MUI Tetapkan Uang Kripto Haram, Ini Respons Indodax
- Dok. Istimewa
VIVA – Indonesia Bitcoin and Crypto Exchange (Indodax) buka suara terkait fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menetapkan uang kripto haram. Penilaian ini diumumkan usai digelarnya Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia pekan ini.
Indodax merespons dan menganggap, MUI mengharamkan aset kripto untuk dijadikan sebagai mata uang tapi tetap sah diperjualbelikan sebagai sebuah komoditas dengan syarat-syarat tertentu.
Aset kripto yang dimaksud disebutkan adalah aset kripto yang memenuhi syarat sebagai sil'ah dan memiliki underlying serta memiliki manfaat yang jelas hukumnya sah untuk diperjualbelikan.
CEO Indodax Oscar Darmawan menyebut bahwa di Indonesia, aset kripto memang bukan dijadikan sebagai mata uang. Ini juga sesuai dengan ketetapan Bank Indonesia yang juga melarang aset kripto sebagai mata uang atau alat pembayaran.
"Karena di Indonesia hanya Rupiah mata uang yang diakui. Di Indodax sendiri kita memperdagangkan banyak jenis aset kripto," kata dia, Jumat, 12 November 2021.
Terkait underlying aset dari aset kripto itu sendiri, Oscar menyebut bahwa sebenarnya hampir semua aset kripto memiliki underlying aset nya tersendiri yang mungkin belum pernah dijelaskan sebelumnya.
"Cuma ada yang underlying-nya mudah dipahami dalam aset fisik seperti USDT, LGold, LSILVER, XSGD tapi ada juga yang underlying-nya berupa biaya penerbitannya seperti bitcoin," paparnya.
Menurutnya, Bitcoin sendiri memiliki underlying berupa biaya penambangan bitcoin untuk proses verifikasi dan penerbitan bitcoin yang membutuhkan biaya listrik sebesar 150 TeraWatt per jam.
"Cuma memang bentuknya murni digital ya namanya ini inovasi teknologi sekarang uang aja sudah tidak ada bentuk fisiknya cuma digital seperti e-money," sebutnya.
Oleh sebab itu, dia menekankan, karena ada biaya produksinya, Bitcoin tidak muncul begitu saja, sehingga masyarakat menurutnya jangan heran jika harga bitcoin naik terus.