KPPU Selidiki Persentase Keuntungan Bisnis PCR di Indonesia

Ilustrasi swab test/PCR/Antigen.
Sumber :
  • Pixabay/neelam279

VIVA – Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) masih melakukan penelitian dan kajian terhadap harga Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk melihat persentase keuntungan atau margin dari bisnis alat pendeteksi COVID-19 itu.

Menkes: Ada 88 Kasus Mpox di Indonesia, Tapi Sudah Sembuh 100 Persen

"Secara umum, kita mau lihat berapa biaya produksi dan berapa margin yang diperoleh berdasarkan acuan HET," ungkap Kepala KPPU Kantor Wilayah (Kanwil) I, Ridho Pamungkas saat konfirmasi VIVA, Rabu siang, 10 November 2021.

Ridho enggan membeberkan secara detil terkait dengan kajian dan penelitian terhadap data harga produksi PCR dan keuntungannya diperoleh pelaku usaha atau importir PCR itu. Karena, data tersebut ada di KPPU Pusat di Jakarta.

Butuh Waktu untuk Buktikan Starlink Lakukan 'Predatory Pricing'

"Kebetulan kan ini dilakukan kajian dan penelitian secara nasional. Jadi untuk data ada di pusat," jelas Ridho.

Namun, Ridho mengungkapkan bahwa pelayanan PCR di wilayah kerjanya sudah menetapkan harga sesuai dengan aturan ditetapkan oleh Pemerintah dengan ketentuan berdasarkan HET.

Masuknya Starlink Jangan Sampai Terjadi Perang Tarif

"Dari pantauan sementara ini. Dari hasil pantauan Kanwil I di lapangan sudah banyak pelaku usaha yang menyesuaikan tarif sesuai aturan Kemenkes dan KPPU akan terus memantau tarif PCR di masyarakat. Serta akan melakukan penelitian mengenai penyesuaian harga reagen dan harga test PCR terhadap kebijakan HET yang ditetapkan Pemerintah," jelas Ridho.

Ridho juga tidak mempermasalahkan bila ada layanan PCR dan antigen memberikan harga di bawah HET. Namun, dia mengingatkan jangan sampai ada pemalsuan data hasil swab tersebut. Akan berurusan dengan pihak berwajib.

"Bila ada yang bisa memberikan layanan harga d bawah HET. Tentunya, akan menguntungkan bagi masyarakat. Tapi kalau ada indikasi lain seperti pemalsuan reagen sehingga bisa murah. Tentu bukan ranah KPPU (pihak kepolisian)," ucap Ridho.

Untung Besar

Warga di Solo menjalani swab test

Photo :
  • VIVA/Fajar Sodiq

Baru-baru ini, Pemerintah menurunkan lagi tarif tertinggi PCR sebesar Rp275 ribu (Jawa Bali) dan Rp 300 ribu (luar Jawa Bali). Penurunan harga tes berlaku Kamis, 27 Oktober 2021. 

Sebelumnya, Ridho menduga karena alat PCR 'banjir' atau stok melimpah di Indonesia dan diikuti juga banyak layanan PCR itu. Sehingga untuk dapat terjual semuanya. Harga pun, diturunkan menjadi Rp30 ribu.

"Jangan-jangan (PCR) impornya sudah banyak, jadi ada kebijakan (turun harga) ini. Apalagi, alat PCR digunakan untuk penerbangan. Dilihat dari sisi impor sendiri," kata Ridho.

Secara nasional, Ridho mengungkapkan ada 10 importir menyediakan alat PCR di Indonesia. Dengan itu, pihak KPPU mau lihat hulu dari impor PCR tersebut. "Secara nasional, kita support data masing-masing wilayah untuk dikaji secara nasional lah," ucap Ridho.

Ridho menjelaskan ada keanehan dalam pemasaran PCR yang turun harga secara drastis. Sebelumnya harga PCR Rp525 ribu hingga bisa tembus Rp1 juta. Ia menilai ada keuntungan besar dari 'dagang' PCR ini.

"Ini aneh juga harga PCR bisa jadi Rp300 ribu. Kalau tidak ditetapkan pemerintah masih Rp525 ribu. Terlalu banyak mengambil untungnya. Kita mau lihat dari hulunya, impornya ini lah," kata Ridho

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya