KLHK Ungkap Progres Perundingan KTT Iklim COP26 Berjalan Positif

Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim KLHK Laksmi Dhewanthi.
Sumber :
  • Dok. KLHK

VIVA – Progres negosiasi pada KTT Iklim COP26 di Glasgow hingga Jumat 5 November 2021 berjalan cukup baik. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat adanya kemajuan besar dalam proses negosiasi terutama dalam hal telah disepakatinya prosedur dan teks/narasi untuk membahas isu-isu krusial. 

Fakta Mengerikan Perubahan Iklim 2024: Ribuan Korban Jiwa dan Rekor Suhu Ekstrem

Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim KLHK Laksmi Dhewanthi, mengatakan sinyal positif ini diharapkan menjadi tanda akan dicapainya kesepakatan penting yang dapat melengkapi pedoman turunan dan aturan implementasi dari Paris Agreement yang semestinya berlaku 1 Januari 2021.

"COP-26 ini penting karena inilah waktunya negara-negara dapat menyelesaikan perundingan untuk mendapatkan Paris Rules Book, meskipun sempat tertunda pandemi COVID-19,” tutur Laksmi dalam keterangan tertulisnya, Senin 8 November 2021.

Perubahan Iklim Melemahkan Ekonomi dan Keamanan Perempuan, Menurut Komnas

Baca juga: COP26, Sri Mulyani Blak-blakan Sebut Negara Maju Gagal Tepati Janji

Laksmi pun menjelaskan tentang perkembangan perundingan. Ia menyatakan jika terjadi suatu kemajuan di tahap awal pembahasan isu-isu krusial COP26 tahun ini. 

Ancaman Nyata Perubahan Iklim

Di mana kata dia, dalam tempo 2-3 hari pertama, isu prosedural sudah selesai dibahas dan sudah ada teks dasar untuk dinegosiasikan, sehingga menjadi positif karena seluruh negara yang terlibat dalam perundingan segera dapat bernegosiasi dengan bahan yang sama.

"Karena terkadang dalam forum seperti ini, dalam seminggu isu prosedural belum selesai, sehingga belum ada kejelasan bagaimana pendekatan dan basis teksnya. Ini suatu kemajuan dalam konteks negosiasi dalam 2-3 hari pertama,” jelas Laksmi.

Ia juga menjelaskan jika para negosiator Indonesia sudah menyampaikan apa yang menjadi harapan, ekspektasi dan posisi Indonesia dalam KTT Iklim COP26 ini. 

Adapun sejumlah isu-isu krusial berusaha diselesaikan dalam pelaksanaan COP26, isu krusial pertama terkait operasionalisasi artikel 6 Perjanjian Paris atau Paris Agreement, yang menyangkut instrument pasar dan nonpasar atau carbon pricing pemenuhan Nationally Determined Contributions (NDC) untuk mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) hingga 2030.

Berikutnya, isu krusial terkait kerangka waktu pelaporan NDC atau Common Time Frame for NDC. Jadi negara-negara harus sepakat kapan waktu yang pas untuk bisa melaporkan capaian NDC-nya. Ada periode waktu yang perlu disepakati antar negara, yaitu 5 atau 10 tahun sekali.

Kemudian ketiga, isu krusial mengenai metodologi bagaimana format pelaporan terkait implementasi aksi mitigasi, aksi adaptasi, dan dukungan finansial, peningkatan kapasitas, dan teknologi. 

COP26

Photo :
  • Dokumentasi

Hal ini agar apa yang menjadi komitmen negara-negara di dunia untuk penurunan emisi GRK dalam NDC mereka, bisa ditelusuri dan dilaporkan dengan metodologi yang standar sesuai kesepakatan bersama agar mudah disintesakan.

Selanjutnya yang keempat isu krusial terkait Global Goal on Adaptation atau kesepakatan untuk mendefinisikan tujuan global adaptasi. 

Dan kelima isu krusial terkait finance atau pendanaan di mana ada dua hal penting dalam kaitan pendanaan. Pertama, bagaimana kita bisa memastikan rencana-rencana atau janji negara maju untuk membantu negara berkembang turut serta dalam usaha pengendalian perubahan iklim. 

Kedua, adalah bagaimana kita merancang New Collective Quantified Goal (NCQG) nanti pada 2030-2050 untuk mengetahui secara lebih pasti berapa sebenarnya dana yang akan dimobilisasi negara maju kepada negara berkembang untuk aksi-aksi pengendalian perubahan iklim.

"Karena jika tidak ada target baru yang kuantitatif, nanti akan sulit mengukurnya. Kalau kita hanya menyebut perlu dana yang memadai dan cukup, akan sulit mengukurnya. Jadi perlu collective quantified goal,” tegas Laksmi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya