Deputi Marves Sebut Menko Luhut Tak Ingat Punya Saham di GSI Lab

Luhut Binsar Pandjaitan.
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA – Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Septian Hario Seto membeberkan kronologi isu keterlibatan pimpinannya, Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan di bisnis PCR.

Bisnis Laundry Profesional Punya Potensi Cuan Besar, Ketahui Tantangannya

Kronologi ini dia sampaikan dalam sebuah keterangan tertulis yang cukup panjang. Dalam keterangannya itu, dia mengungkapkan bagaimana dirinya mengajak Luhut supaya bisa membantu rakyat Indonesia bisa mendapat layanan tes PCR yang terjangkau.

Mulanya, Seto menceritakan, saat diangkat sebagai Komisaris BNI, dia mendapatkan fasilitas untuk tes PCR dari BNI pada masa-masa awal merebaknya Pandemi COVID-19 di Indonesia, yakni sekitar Maret 2020. Saat itu, dia mengungkapkan tarif tes PCR ternyata sangat mahal, yakni Rp5-7 juta.

DPR Kaji Penundaan Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

"Kalau tidak salah mencapai kisaran 5-7 juta untuk satu orang. Hasilnya dijanjikan 3 hari, namun setelah 5 hari baru keluar," kata dia dalam keterangan tertulis Senin, 8 November 2021.

Petugas memonitor tes usap PCR COVID-19 (foto ilustrasi).

Photo :
  • VIVA/Muhamad Solihin

Baca juga: INFOGRAFIK: Indikator RI Masuk Zona Hijau COVID-19 dan Aman Dikunjungi

Usai mengetahui besarnya biaya itu, dia mengaku tanpa berfikir panjang langsung melaporkan kepada Luhut sebagai atasannya di lingkungan pemerintahan. Sebab, jika dibiarkan dia menganggap Indonesia akan keteteran mengahadapi wabah virus corona ini.

"Tanpa berfikir panjang, saya lapor ke Pak Luhut situasi yang ada pada waktu itu. Saya sampaikan, kita harus bantu soal tes PCR ini," tuturnya.

Atas dasar laporan ini, Seto mengatakan, Luhut akhirnya memerintahkan dirinya untuk cari alat PCR ini. Luhut pun memerintahkan dia untuk mendonasikan saja alat PCR ini ke Fakultas Kedokteran di beberapa kampus karena waktu itu mereka dinilai memiliki skill untuk menjalankan tes PCR ini dan ke depannya bisa digunakan untuk penelitian yang lain.

Setelah mendapat perintah ini, dia pun mengaku langsung mengontak petinggi kampus seperti dari UI, UGM, Unpad, Unair, Undip, Udayana dan USU. Hasil diskusi dengan mereka itu diputuskan bahwa akan membeli alat PCR dari Roche dan China, Luhut pun mulai menyumbang dana bersama rekanannya.

"Pak Luhut kemudian juga menerima telpon dari teman-teman beliau di Tiongkok yang mau menyumbang untuk penanganan COVID-19 di Indonesia, sehingga kita bisa memperoleh lebih banyak reagen," paparnya.

Singkat cerita, dia mengatakan, salah satu teman Luhut mengajak untuk ikut berpartisipasi dalam pendirian lab tes COVID-19 yang memiliki kapasitas tinggi, yaitu 5000 tes/hari dan bisa melakukan genome sequencing. Seto pun mengusulkan supaya berpartisipasi.

"Maka tanpa pikir panjang, Pak Luhut menyampaikan ke saya, kita bantu lah to mereka ini. Akhirnya melalui Toba Sejahtera (yang memiliki dana untuk kebutuhan ini), Pak Luhut ikut mendukung pendirian lab tersebut. Maka lahirlah GSI, setelah itu, kami tidak monitor lagi mengenai GSI ini," tegas dia.

Setelahnya, menurut dia, barulah heboh di media massa mengenai keterlibatan Luhut di GSI, yang bermula dari pertanyaan Tempo. Akhirnya, dia mengatakan, dia bersama dengan Juru Bicara Luhut Jodi Mahardi melaporkan ini ke Luhut langsung.

"Saya laporkan mengenai hal ini ke Pak Luhut. Beliau sempat tanya ke saya, “Emangnya toba sejahtra punya saham di GSI to?”. Beliau tidak ingat rupanya. Saya menjelaskan kronologis yang saya ingat waktu itu. Pak Luhut lalu meminta saya dan Jodi menjelaskan kepada Tempo sesuai dengan fakta yang ada," paparnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya