Saran Misbakhun Usai MK Cabut Impunitas di Perppu Corona
VIVA – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan membatalkan ketentuan impunitas untuk pejabat, yang sebelumnya tertera dalam Perppu Nomor 1 tahun 2020 tentang Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID-19. Putusan itu diapresiasi anggota DPR RI.
Pada persidangan Kamis kemarin, MK membatalkan Pasal 27 Pasal 27 Ayat (1), (2), dan (3) Perppu yang sudah menjadi UU No 2 Tahun 2020 tersebut.
"Saya memberikan apresiasi kepada Mahkamah Konstitusi yang selalu mengawal konsistensi kita dalam menjalankan amanat konstitusi UUD 1945. Putusan MK tersebut ada beberapa perubahan yang sangat subtansial mengenai perlindungan hukum," ujar anggota Komisi IX DPR RI Mukhamad Misbakhun, dalam keterangannya yang diteria, Jumat 29 Oktober 2021.
Ketentuan tentang impunitas atau kondisi tidak dapat dipidana bagi pejabat dalam rangka penanganan COVID-19 itu ada pada Pasal 27 Ayat (2) UU Nomor 2 Tahun 2020.
Ketentuan itu memerinci pihak-pihak yang tak dapat diperkarakan secara perdata maupun pidana ialah anggota, sekretaris, dan pegawai sekretariat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK); pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan; Bank Indonesia (BI); Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Dengan putusan MK yang membatalkan impunitas tersebut, menurut Misbakhun memiliki dampak yang signifikan. Sebab, lanjut anggota Fraksi Partai Golkar itu, APBN dan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) merupakan instrumen penting untuk menggerakkan dan mendorong perekonomian yang mengalami tekanan sangat berat akibat pandemi.
Maka dari itu, sebagai anggota yang bermitra dengan Kemenkeu, BI, OJK, dan LPS, Misbakhun menegaskan akan terus berupaya mengawasi realisasi APBN dan PEN sehingga tidak menyimpang.
"Untuk itu, saya sebagai anggota DPR RI yang selama ini selalu terlibat dalam proses-proses awal pembahasan APBN dan Program PEN akan terus mengawal prinsip, kaidah, iktikad baik, dan ketaatan atas peraturan perundang-undangan dalam setiap rapat dengan mitra Komisi XI," jelasnya.
Misbakhun menegaskan pergerakan situasi perekonomian di pusat dan daerah saat ini lebih banyak didorong belanja APBN maupun APBD. Oleh karena itu meski selama ini pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) ditentukan sektor konsumsi, APBN dan APBD merupakan instrumen penting.
Jangan Ada Trauma
Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak itu berharap para pengambil keputusan soal APBN tidak menjadi takut. Apalagi sampai ragu melaksanakan kebijakan usai MK membatalkan impunitas tersebut.
"Kalau sampai ketakutan ini menjadi paranoid atau trauma tersendiri bagi para pengambil kebijakan, akibatnya bisa banyak program pro rakyat dalam bentuk bantuan sosial, progam penanganan dan penanggulangan COVID-19, vaksinasi, dan PEN bakal akan terganggu atau tidak berjalan," jelas politisi asal Pasuruan Jawa Timur itu.
Anggota dari Daerah Pemilihan II Jawa Timur itu secara khusus juga mengingatkan Menteri Keuangan Sri Mulyani, benar-benar memegang kaidah iktikad baik dalam menjalankan kebijakan.
"Jangan sampai ada satu pasal pun yang tidak diikuti sehingga berpotensi terjadi pelanggaran," katanya.
Misbakhun menilai frasa 'iktikad baik' dalam putusan MK atas UU Nomor 2 Tahun 2020 memang memiliki cakupan luas. Namun, dia menyatakan putusan itu harus diikuti secara konsisten.
Dia menegaskan, putusan MK tersebut sebagai pengingat bagi para pengambil kebijakan di semua level. Termasuk tingkat pelaksana, untuk meluruskan niat dalam bekerja demi kepentingan rakyat.
"Bekerja untuk kepentingan bangsa dan negara dalam situasi darurat pada jaman pandemi COVID-19 saat ini dalam penggunaan anggaran negara tidak boleh dimanfaatkan untuk kepentingan di luar kebaikan, apalagi sampai mengambil manfaat pribadi yang melanggar peraturan perundang-undangan," terangnya.