Struktur Tarif Cukai Rokok Tak Kunjung Sederhana, Ini Kata Kemenkeu

Iustrasi Tarif Cukai Hasil Tembakau.
Sumber :

VIVA – Pemerintah telah mewacanakan reformasi kebijakan fiskal, termasuk penyederhanaan struktur tarif cukai hasil tembakau (CHT). Ini telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020.

PPN Naik Jadi 12 Persen, Ketua Aprindo Minta Sri Mulyani Tinjau Ulang

Di sampimg itu, juga telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 77/PMK.01/2020. Meski demikian perampingan struktur saat ini yang terdiri dari 10 lapisan belum juga terealisasi.

Kepala Sub Bidang Cukai Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Sarno mengatakan, penyederhanaan struktur tarif cukai hasil tembakau terkait dengan 7 agenda pembangunan.

Kemenkeu Bakal Tambah Direktorat Baru Buat Gali Potensi PNBP

Baca juga: Kaesang Jadi Komisaris Tunggal di RANS, Ini Deretan Bisnisnya

Ini terdiri dari agenda memperkuat ketahanan ekonomi untuk pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan agenda meningkatkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing.

Anggaran Perjalanan Dinas Dipangkas, Wamenkeu: Realisasi Belanja Kemenkeu Tak Akan Capai 100 Persen

"Tetapi memang secara perlahan kita lakukan penyederhanaan sehingga tahun ini sudah 10 tier, dan dalam RPJMN 2019-2024 juga sudah ada arahan untuk kenaikan cukai dan simplifikasi," kata dia dikutip dari keterangannya, Jumat, 29 Oktober 2021.

Menurut Sarno, Pemerintah berniat menurunkan angka prevelansi merokok dengan kebijakan fiskal dan non fiskal. Kebijakan fiskal dilakukan dengan penyederhanaan tarif struktur cukai hasil tembakau dan peningkatan tarif cukai hasil tembakau. 

Saat ini, Pemerintah masih menggodok kebijakan cukai hasil tembakau untuk tahun 2022. Dengan kenaikan target penerimaan cukai tembakau sebesar Rp20 triliun untuk tahun depan, dapat dipastikan tarif cukai tembakau juga akan mengalami kenaikan.

Sarno menyatakan, kenaikan cukai ini akan dilakukan dengan mempertimbangkan empat pilar kebijakan CHT untuk peningkatan kualitas SDM yaitu melalui pengendalian konsumsi tembakau, keberlangsungan tenaga kerja, penerimaan Negara, dan pengawasan rokok illegal.

Ilustrasi penangkapan rokok Ilegal tanpa cukai di Sulawesi.

Photo :

Meski demikian, Project Officer for Tobacco Control-CISDI Lara Rizka mengingatkan, dalam riset yang dilakukan oleh University of Illinois Chicago pada 2020 tentang cigarette tax scorecard, Indonesia mendapatkan penilaian yang cukup rendah di Asia Tenggara, hanya 1,63 dari skor maksimal 5, berada di bawah Filipina 3,75, Singapura 3,25 dan Malaysia 2,75.

Salah satu alasannya ialah karena struktur cukai di Indonesia yang masih sangat rumit dan menyebabkan kenaikan cukai menjadi tidak efektif. Kenaikan cukai tidak membuat orang berhenti merokok melainkan beralih pada jenis rokok yang lebih murah.

"Diperlukan komunikasi yang baik antar kementerian agar dapat merumuskan kebijakan cukai tembakau yang menyeimbangkan prioritas melindungi masyarakat dan memenuhi pemasukan negara," tegas Lara.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya