Kata Menteri PUPR Soal Bahaya COVID-19 dan Perubahan Iklim Sama

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono di Jembatan Sei Alalak, Banjarmasin.
Sumber :
  • VIVA/Dusep Malik

VIVA – Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono menilai, bahaya COVID-19 memiliki kesamaan dengan bahaya yang timbul akibat adanya fenomena perubahan iklim di dunia secara global.

Drama Iklim Dunia yang Belum Tuntas

Hal itu menurutnya dapat dilihat dari satu aspek, di mana sampai saat ini nyatanya masih ada sebagian orang di dunia yang tidak percaya dengan adanya COVID-19, begitupun halnya dengan masalah perubahan iklim.

Padahal, Basuki menegaskan bahwa ancaman perubahan iklim merupakan tantangan nyata, sebagaimana ancaman yang ditimbulkan oleh pandemi COVID-19 secara global.

Muhammadiyah Turun Langsung, Ikhtiar Cegah Kerusakan Lingkungan Dengan Langkah Ini

Baca juga: Cegah Gelombang 3 COVID-19, Menteri PMK Pangkas Cuti 24 Desember

"Dalam kondisi sekarang, saya membayangkan perubahan iklim itu kayak COVID-19," kata Basuki dalam telekonferensi, Rabu 27 Oktober 2021. "Perubahan iklim itu sudah ada dan terjadi, tapi masih juga ada orang yang enggak percaya perubahan iklim," ujarnya.

How an App Became Indonesia's Essential Weapon Against Covid-19

Padahal, lanjut Basuki, ancaman perubahan iklim itu memiliki bukti yang sangat jelas dan nyata. Sehingga harus segera diantisipasi secepat mungkin, agar kenaikan gas emisi tidak sampai benar-benar mengancam dengan sampai yang lebih fatal dari yang terjadi saat ini.

"Perubahan iklim itu ada sebab dan akibatnya. Kalau ada sebabnya berarti kita bisa mencegahnya, kalau ada dampaknya kita bisa mengurangi atau beradaptasi dengan perubahan iklim," kata Basuki.

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono di Batu Payung, Goa Cermin, Labuan Bajo.

Photo :
  • VIVA/Dusep Malik

Dia menambahkan, sebagaimana pernyataan yang sebelumnya juga diutarakan oleh Presiden Jokowi, penyebab perubahan iklim yang paling nyata saat ini adalah karena adanya pertambahan penduduk secara global, khususnya di kawasan perkotaan.

Basuki menjelaskan, tingginya angka pertambahan penduduk di wilayah perkotaan, dengan potensi mencapai lebih dari 60 persen, menyebabkan para warga baru itu pastinya juga membutuhkan hunian. Dengan adanya kebutuhan tersebut, maka bisa dipastikan bahwa upaya-upaya pemenuhannya juga akan berdampak pada masalah perubahan iklim.

"Karena kita ketahui bahwa setiap (pembangunan) hunian itu akan menggerakan tidak kurang dari 140 industri lainnya. Mau air conditioning, mau hairdryer, mau ricecooker, mau kulkas, pasir, bata. Itu semua kan pasti membutuhkan energi," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya