Transfer Fiskal Berbasis Ekologi Bisa Hidupkan Lagi Komoditas Lokal
- ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
VIVA – Transfer fiskal berbasis ekologi merupakan salah satu inisiatif untuk memperkuat implementasi pembangunan rendah karbon di Indonesia. Skema ini didorong diterapkan di berbagai daerah di Indonesia.
Adapun transfer fiskal tersebut terdiri dari tiga skema yakni Transfer Anggaran Nasional Berbasis Ekologi (TANE), Transfer Anggaran Provinsi Berbasis Ekologi (TAPE), dan Transfer Anggaran Kabupaten Berbasis Ekologi (TAKE).
Kabupaten Jayapura, Papua merupakan daerah pertama yang berhasil menerapkan TAKE. Transfer anggaran ini berhasil merevitalisasi penanaman kakao yang dijalankan oleh badan usaha milik kampung, salah satunya di Kampung Imsar.
Kepala Kampung Imsar Kabupaten Jayapura, Oskar Giay mengungkapkan, usaha penanaman kakao sudah ada sejak tahun 1950. namun pada 2010 usaha tersebut ditinggalkan oleh warga karena adanya hama yang membuat perkebunan kakao menjadi terbengkalai.
“Tahun 2018 kakao mulai ditanam lagi melalui revitalisasi dari dinas perkebunan tanaman pangan Kabupaten Jayapura. Pemerintah kampung mendampingi kerja-kerja petani kakao memberi dukungan dalam bentuk dana sesuai petunjuk dari tingkat kabupaten agar masyarakat menanam kakao,” kata Oskar dalam acara Webinar bertajuk 'Sustainable Commodity Development in Papua' dikutip Selasa 26 Oktober 2021.
Pemerintah kampung memasukkan program pengembangan coklat ke dalam program pemerintah lima tahun ke depan serta program kampung ekonomi hijau dalam RPJM Kampung dengan kakao sebagai produk unggulan.
The Asia Foundation (TAF) dan Perkumpulan Terbatas Pengkajian dan Pemberdayaan Masyarakat Adat (PT PPMA) berperan dalam melakukan pendampingan produksi. Sementara BUMKam bekerja sama dengan petani dalam menyalurkan hasil panen.
Oskar memaparkan berkat revitalisasi tersebut, masyarakat dapat memanen 5-10 kilogram per hari sekaligus meningkatkan pendapatan para petani kakao. Tak hanya sebagai komoditas, kakao juga diolah menjadi produk olahan turunan kakao.
Dengan bantuan Perusahaan Inkubator Perkumpulan Usaha Kecil (PUPUK), kakao diolah menjadi coklat batangan yang bisa dikonsumsi langsung dengan merek Coklat Cendrawasih.
Meski kini kakao dapat berkontribusi besar dalam perekonomian kampung, Direktur Eksekutif PT PPMA, Naomi Marasian, mengungkapkan tantangan yang dihadapi dalam meyakinkan warga untuk menanam kakao kembali setelah terbengkalai.
Menurutnya, masyarakat berpikir bahwa kakao tidak bisa terus diandalkan untuk menunjang perekonomian mereka. Padahal pemikiran itu tidak mendasar.
“Dinas Perkebunan, Balai Benih mengadakan berbagai kegiatan penanganan hama dan revitalisasi kakao bersama TAF mendampingi persoalan hama, beberapa tanaman pembibitan direvitalisasi dan di tahun 2019 kebun sudah dipulihkan sehingga masyarakat kembali ke kebun kakao mereka,” ujar Naomi dalam kesempatan yang sama.
Tak hanya PT PPMA, TAF juga banyak berkontribusi bagi revitalisasi kakao di kabupaten Jayapura. Menurut Deputy Director Environmental Government Unit TAF, Alam Surya Putra, pihaknya membantu memperkuat akses pasar kakao.
Selain itu, kerja sama dengan berbagai lembaga dan offtaker, baik koperasi, produsen pengelola produk coklat, pun dilakukan. Sehingga menjadi komoditas yang bisa diandalkan oleh masyarakat.
“TAF ingin mendorong RPJM Kampung Ekonomi Hijau agar Pemerintah Desa memikirkan program di tingkat kampung untuk menjaga lingkungan dan meningkatkan perekonomian. Keberhasilan tata kelola kampung mengembangkan skema sendiri untuk memperkuat kompetisi antar kampung untuk memperkuat ekonomi sekaligus menjaga hutan,” kata Alam.