Anggota DPR Minta BPOM Tunda Sanksi Izin Produk UKKM, Ini Alasannya
VIVA – Heboh kabar bahwa Usaha, Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) bakal kena sanksi apabila produk yang dijualnya tidak kantongi izin Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) jadi sorotan berbagai kalangan. Salah satunya dari para wakil rakyat.
Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Evita Nursanty meminta, BPOM memberikan perhatian penuh pada upaya pembinaan dulu kepada UMKM. Daripada pemberian sanksi bagi pelaku UMKM yang belum memiliki izin edar Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) dan BPOM.
Dia menjelaskan, selain karena pelaku UMKM masih menghadapi berbagai kesulitan akibat Pandemi COVID-19. Pertimbangan lainnya adalah masih banyak pelaku UMKM khususnya yang bergerak pada usaha makanan dan minuman yang belum memahami bagaimana cara untuk memperoleh izin PIRT maupun BPOM.
“Percuma kan kita teriak-teriak setiap hari untuk menghidupkan UMKM khususnya yang memanfaatkan platform online ini tapi di sisi lain malah kita persulit. Apalagi kan untuk proses di BPOM itu tidak mudah, perlu proses dan biayanya,” kata Evita dikutip dari keterangannya, Rabu, 20 Oktober 2021.
Baca juga: Syarat Penerbangan Jawa Bali Terbaru: Harus Pakai PCR
Evita menegaskan, usulan bukan berarti dirinya tidak pro kepada upaya peningkatan mutu, kualitas, serta nutrisi makanan yang dijual. Namun, UMKM membutuhkan ruang untuk mencapai tujuan ke arah sana.
“Pengurusan di BPOM itu butuh biaya dan proses. Begitu juga untuk PIRT misalnya kan itu tidak bisa sebulan dua bulan, harus dimulai dari proses sertifikasi dengan pelatihan dulu di Dinas Kesehatan. Lalu proses lagi dengan pengajuan, hingga peninjauan lapangan. Tidak semua mengerti proses ini. lalu mereka makan apa selama proses itu?,” tegasnya.
Lebih lanjut menurut Evita, erlu adanya penguatan dan sinkronisasi peraturan perundangan yang terkait dengan perizinan ini terutama menyangkut aturan main di pusat maupun di berbagai daerah terkait izin edar ini. Mana yang menjadi bagian PIRT mana yang harus dengan BPOM, termasuk standardisasi detail atau teknis kemasan, serta dukungan sertifikasi lain.
“Sebagai contoh produk kopi, ada yang mengurus PIRT membingungkan karena satu daerah meminta adanya sertifikasi khusus produk lokal misalnya Kopi Gayo, Kopi Toraja, kecuali kalau hanya sebut kopi saja tanpa menyebut nama kopi lokalnya," ungkapnya.
"Repot sekali harus minta satu per satu keterangan dari orang lokal yang punya kopi. Ini contoh kecil saja, intinya bagaimana kita mengatur ini supaya jangan justru mempersulit tapi memberikan kemudahan,” sambung Evita.
Evita meyakini, pelaku usaha UMKM akan mau mengikuti kebijakan wajib memiliki izin edar ini. Karena mereka juga bagian dari kekuatan Indonesia dalam upaya meningkatkan kualitas dan nilai tambah produk nasional. Hanya saja, mereka masih memerlukan waktu.
“Coba beri waktu bagi mereka dan lakukan sosialisasi yang masif mengenai kebijakan ini sehingga mereka dapat bersiap-siap,” ucapnya.