Peningkatan Jumlah Pemegang Hak Paten Dorong Ekonomi, Ini Itungannya
- Dukumentasi DJKI.
VIVA – Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM Freddy Harris mengajak Pemerintah Pusat dan Daerah bersinergi membantu masyarakat. Khususnya pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) mendapatkan pelindungan kekayaan intelektual (KI).
“Salah satunya melalui pembangunan klinik kekayaan intelektual di daerah-daerah, kolaborasi Pemerintah Pusat dengan Pemda,” kata dia dikutip dari keterangannya, Selasa, 19 Oktober 2021.
Freddy berpendapat, dengan adanya klinik KI akan memudahkan masyarakat dan pelaku UMKM mendapatkan informasi serta pendampingan terkait pelindungan KI. Yang menjangkau hingga ke wilayah pelosok.
Menurut Freddy, klinik ini perlu dilakukan sebagai upaya meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melindungi kreativitas dan inovasi melalui pelindungan hak cipta, paten, merek, serta desain industri. Bahkan, untuk melindungi KI komunal, salah satunya melalui indikasi geografis.
“Karena potensi KI merupakan modal besar bagi Indonesia untuk dapat memajukan ekonomi dan pembangunan nasional. Mengingat, pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat berkaitan erat dengan pelindungan KI-nya,” ujarnya.
Freddy mengungkapkan, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Institute for Development of Economics and Finance, setiap 1 persen kenaikan jumlah paten ternyata mampu berdampak positif terhadap ekonomi Indonesia sebesar 0,06 persen.
“Artinya, jika jumlah paten bisa naik 10 persen saja maka pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa lebih tinggi 0,6 persen,” ungkap dia.
Selain itu, Freddy menganggap, KI dapat berperan sebagai nation branding sekaligus competitive advantage bagi suatu negara, khususnya negara yang memiliki keunggulan kekayaan intelektual komunal.
Salah satu potensi kekayaan intelektual komunal yang perlu didorong agar mampu bersaing di pasar global adalah produk yang mengandalkan potensi karakteristik geografis Indonesia yang dikenal sebagai indikasi geografis (IG).
“Indikasi geografis terbukti dapat menjadi katalisator bagi nation branding dan turut mendukung kemandirian ekonomi suatu negara,” ujarnya.
Dia mencontohkan, Kopi Gayo dari Aceh menjadi produk IG pertama Indonesia yang diterima di Uni Eropa. Dari sisi harga, sebelum kopi Gayo terdaftar di DJKI hanya di banderol Rp50 ribu per kilogramnya. Namun setelah terdaftar, harga per kilogramnya meningkat menjadi Rp120 ribu.
Selain itu, terdaftarnya produk IG Garam Amed Bali di tahun 2016, membuka potensi ecotourism bagi wilayah Kabupaten Karang Asem tempat asal dari Garam Amed berada dan Kain Endek Bali oleh rumah mode Christian Dior pada gelaran Paris Fashion Week 2021.
Setidaknya, dari 86 desain koleksi terbaru Christian Dior, dia menuturkan terdapat sembilan desain yang menggunakan Kain Endek Bali. Sehingga menjadi bukti bahwa KI menjadi aset ekonomi yang sangat bernilai apabila dikelola dengan benar.
“Sekaligus dapat membentuk identitas bangsa Indonesia untuk dikenal lebih luas lagi oleh dunia internasional,” tegas Freddy.