Proyek Kereta Cepat Dikebut Pakai APBN agar Kelar Tepat Waktu
- Jasa Marga
VIVA – Penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung menuai polemik saat ini. Sebab, pada awal pembangunan Pemerintah optimistis proyek itu tidak akan membebani APBN hingga selesai dibangun.
Kini, melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021, Proyek Kereta Cepat yang masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN), akan mendapatkan pendanaan APBN. Pemanfaatan APBN dalam kereta cepat Jakarta-Bandung akan dilakukan melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI selaku lead konsorsium.
Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia Toto Pranoto menilai, keputusan pemerintah menggunakan APBN dalam pendanaan proyek ini bertujuan untuk memastikan penyelesaian kereta cepat Jakarta-Bandung tepat waktu.
Menurutnya, kereta cepat Jakarta-Bandung berbeda dibandingkan dengan proyek infrastruktur lain karena memiliki karakteristik investasi jangka panjang. PMN yang disalurkan kepada KAI lebih ditujukan untuk investasi Pemerintah yang akan memberikan imbal hasil.
"Ini proyek infrastruktur sehingga investasi bersifat jangka panjang. (PMN) Ini supaya pengerjaan proyek bisa selesai tepat waktu pada tahun 2022," ujar Toto dikutip dari keterangannya, Senin, 18 Oktober 2021.
Baca juga: Bisnis di Mal Kawasan Tangerang Mulai Bergeliat
Toto berpendapat, PMN merupakan alternatif penyelamat jangka pendek supaya progress project jalan sesuai jadwal. Sehingga manfaat dari infrastruktur itu pun bisa segera dirasakan. Apalagi, saat ini progress proyek kereta cepat sudah mencapai 79 persen.
“Karena itu perlu ada langkah rescue jangka pendek dengan PMN supaya progress project jalan sesuai jadwal. Mustinya di akhir 2022 sudah bisa dioperasikan,” katanya.
Langkah berikutnya, lanjutnya, adalah bagaimana skema bisnis model yang memungkinkan perusahaan operator kereta api cepat ini berkembang. Salah satunya bisa mendapatkan pendapatan lain dari pengelolaan properti yang dimiliki.
“Caranya optimalisasi pendapatan bukan saja dari kereta penumpang (fare box), namun juga revenue dari pengelolaan property (TOD) dan juga media luar ruang,” ujarnya.
Mengenai, alasan pandemi COVID-19 yang digunakan Pemerintah untuk melibatkan APBN dalam proyek ini menurutnya cukup masuk akal. Sebab, pandemi memiliki dampak yang sangat besar di seluruh sektor, termasuk infrastruktur.
"Proyek ini sudah kita mulai pada 2015 sampai kemudian 2019, lalu masuk juga di awal 2020 sampai Covid-19 melanda. Maka perlu adanya penyesuaian-penyesuaian yang mungkin terjadinya cost overrun ,” ujarnya.