Sejumlah Temuan di Lapangan yang Buat Peternak Ayam Demo Istana
- ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya
VIVA – Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (PATAKA) mengungkapkan sejumlah temuan yang memicu aksi demonstrasi peternak rakyat broiler dan layer pada Senin, 11 Oktober 2021 di Gedung DPR hingga Istana Merdeka.
Ketua PATAKA Ali Usman menjelaskan, aksi tersebut tidak lepas dari anjloknya harga ayam hidup dan telur konsumsi. Dari pantauan PATAKA sejak September 2021 harga livebird anjlok ke Rp16.000-17.000 per kilogram di tingkat peternak.
Begitupun harga telur saat ini mencapai Rp14.000-17.000 per kilogram. Harga tersebut jauh di bawah harga acuan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 07 Tahun 2020 yakni Rp19.000-21.000 per kilogram.
Baca juga: Cara Menteri Basuki Artikan ‘Ngaci Tembok’ dari Bahasa Inggris Rumit
Turun drastisnya harga ini dijelaskannya karena daya beli masyarakat menurun akibat Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang berlevel diberbagai daerah terutama se Jawa-Bali.
“Banyak Horeka (hotel, restoran, kantin) ditutup. Padahal serapan pasar Horeka cukup tinggi. Selain pasar utama ayam karkas segar dan telur ayam diserap konsumen rumah tangga melalui pasar tradisional dan toko ritail,” ujarnya hari ini.
Selain itu, masalah klasik juga menurutnya turut memicu, yakni oversupply di ayam broiler masih terjadi. Kementerian Pertanian dikatakan Ali masih melakukan kebijakan pengendalian di hulu. Berdasarkan Surat Edaran/SE terbaru oleh Dirjen PKH Kementan No. 06066/PK.230/F/1021.
Pada Oktober 2021 ini, produksi DOC FS sebanyak 300.253.946 ekor, sedangkan kebutuhan sebanyak 212.669.913 ekor dan terjadi potensi surplus sebesar 87.584.033 ekor.
Salah satu tuntutan aksi peternak yaitu ingin mencabut SE Dirjen karena tiap dilaksanakan berdampak harga DOC FS melambung tinggi tapi harga livebird rendah.
Menurut dia, banjirnya pasokan DOC FS pada Oktober ini tidak lepas dampak dari alokasi kuota impor Grand Parent Stock (GPS) sebanyak 675.999 ekor pada 2020. Meskipun realisasi kuota impor 2020 dikurangi 31.001 ekor dari 2019 sebelumnya yakni 707.000 ekor. Sedangkan pada 2019, terjadi kelebihan GPS 53.229 ekor.
“Jumlah ayam oversupply sepanjang 2021 merupakan dampak kuota impor ayam GPS pada 2020. Sebab ayam GPS menghasilkan ayam PS (Parent Stock) dan DOC FS.Jadi pemerintah harus cermat menghitung kebutuhan ayam di masayarakat," tutur Ali.
Kementan menyebutkan kebutuhan karkas ayam sebanyak 3.129.660 sedangkan produksi ayam karkas 3.507.499 ton setelah dicutting. Sehingga terdapat surplus 377.839 ton atau 12,46 persen yang berarti setelah dicutting pun masih terjadi oversupply.
"Seharusnya pemerintah mengurangi jumlah kuota impor GPS sebesar 30 persen ke masing-masing perusahaan, bukan melakukan pemusnahan ayam DOC FS yang berpotensi melanggar animal welfare," paparnya.
Begitupun dengan telur ayam layer, juga terjadi oversupply karena beberapa perusahaan pemain besar berbudidya ayam layer. Padahal menurut Permentan 32 pelaku usaha integrasi melakukan budidaya hanya 2 persen sedangkan 98 persenditujukan untuk peternak rakyat. Saat ini pelaku usaha integrasi mengusai ayam petelur mencapai 15 persen secara nasional.