Tax Amnesty Jilid II Berlaku 1 Januari-30 Juni 2022, Ini Ketentuannya

Pelayanan tax amnesty di kantor pusat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan
Sumber :
  • VIVA.co.id/Chandra G Asmara

VIVA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, program pengampunan pajak atau Tax Amnesty Jilid II akan berlaku pada tahun depan. Stimulus itu akan berlaku mulai dari 1 Januari 2022 hingga 30 Juni 2022.

Banyak Khawatir Bayar Pakai QRIS Kena PPN 12 Persen, Ini Penjelasan Ditjen Pajak

Tax Amnesty kembali digulirkan dengan nama baru yaitu Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak. Program itu telah ditetapkan di dalam Rancangan Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

"Kita harap kepatuhan wajib pajak (WP) melalui kesempatan enam bulan yang diberikan Pemerintah akan bisa meningkatkan pelaporan," ungkap dia saat konferensi pers, Kamis malam, 7 Oktober 2021.

Gus Yahya: Masyarakat Perlu Dengar Penjelasan Pemerintah soal PPN 12 Persen

Sri menekankan, program ini bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan sukarela WP dan diselenggarakan berdasarkan asas kesederhanaan, kepastian hukum, serta kemanfaatan. 

Program tersebut berupa pemberian kesempatan kepada WP untuk melaporkan atau mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela.

Pemerintah Terapkan Kenaikan PPN 12 Persen dengan Asas Keadilan dan Gotong Royong

Pelaporan ini dapat dilakukan melalui pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) berdasarkan pengungkapan harta. Yang tidak atau belum sepenuhnya dilaporkan oleh peserta program Tax Amnesty.

Baca juga: Resmi Jadi Sponsor Utama Sirkuit Mandalika, Ini Keuntungan Pertamina

Kemudian, pembayaran PPh berdasarkan pengungkapan harta yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan orang pribadi Tahun Pajak 2020.

Pemerintah pun dikatakan Sri, mengeluarkan dua kebijakan melalui program ini. Pertama adalah bagi WP Orang Pribadi dan Badan peserta Tax Amnesty dengan aset per 31 Desember 2015 yang belum diungkap.

Melalui kebijakan ini maka Tarif PPh Final yang dikenakan adalah 11 persen untuk deklarasi luar negeri, 8 persen untuk aset luar negeri repatriasi dan aset dalam negeri. Kemudian 6 persen untuk aset luar negeri repatriasi dan aset dalam negeri yang diinvestasikan dalam SBN/hilirisasi/renewable energy.

"Itu untuk tahun pajak 2015 ke belakang yang waktu itu belum diungkapkan dalam TA mereka diberi kesempatan lagi untuk ikut dengan 3 kategori ini," tegas Sri.

Adapun kebijakan kedua dijelaskannya diperuntukkan bagi wajib pajak orang pribadi dengan aset perolehan 2016-2020, yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan 2020. 

Tarif PPh Finalnya ditetapkan menjadi 18 persen untuk deklarasi luar negeri, 14 persen untuk aset luar negeri repatriasi dan aset dalam negeri. Lalu, 12 persen untuk aset luar negeri repatriasi dan aset dalam negeri yang diinvestasikan dalam SBN/hilirisasi/renewable energy.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya