Larangan Etalase Rokok Dinilai Bisa Ganggu Dunia Usaha

Rak rokok di minimarket (foto ilustrasi)
Sumber :
  • VIVAnews/Arrijal Rachman

VIVA – Beragam polemik muncul setelah adanya Seruan Gubernur DKI Nomor 8 tahun 2021 tentang Pembinaan Kawasan Dilarang Merokok. Sejumlah pihak menganggap seruan yang diterbitkan untuk mencegah penyebaran COVID-19 ini tidak sesuai tujuannya.

Bea Cukai Parepare Musnahkan Jutaan Barang Ilegal Bernilai 2 Miliar Rupiah

Dampak dari Sergub ini, dalam beberapa minggu belakangan Satpol PP telah banyak melakukan penindakan dengan menutup etalase maupun reklame rokok di minimarket, dan supermarket.

Menurut Ekonom Universitas Padjadjaran Irsyad Kamal, Sergub ini tidak relevan untuk mencegah penyebaran COVID-19. Kebijakan ini menurutnya malah mematikan ekonomi masyarakat dan mengganggu dunia usaha.

Penindakan Rokok Ilegal di Kendari Pulihkan Ratusan Juta Rupiah Potensi Kerugian Negara

"Sergub ini bakal mengganggu dunia usaha, terutama buat industri hasil tembakau (IHT) dan pelaku usaha ritel baik modern atau tradisional seperti warung. Terutama buat warung yang mengandalkan penjualan rokok sebagai omzet terbesarnya," kata dia dikutip dalam keterangan tertulis, Rabu 29 September 2021.

Baca juga: Pesan Sri Mulyani ke Penerima LPDP: Anda Berutang ke Negara

Rokok Ilegal Makin Menjamur, Industri Dorong Langkah Tegas Pemerintah

Pemda DKI sebelumnya juga menyatakan akan melakukan penindakan serupa kepada warung-warung kecil, termasuk memberikan sanksi bagi pelaku usaha yang masih memasang reklame atau memajang etalase rokok. Kebijakan ini bukannya membantu para pelaku usaha tetapi menambah persoalan baru yang sangat meresahkan di tengah pandemi COVID-19 yang belum berakhir.

Apalagi, lanjut Irsyad, jika penindakan yang dilakukan Satpol PP sebagaimana yang dilakukan dengan menutup etalase rokok di minimarket juga dilakukan di warung-warung. 

Dalam tataran makro-ekonomi, dia menilai, pembatasan yang ketat terhadap IHT juga bukan hanya berdampak terhadap pelaku usaha kecil, melainkan juga berimbas kepada perusahaan rokok. 

Adapun menurut Irsyad pembatasan-pembatasan terhadap IHT terjadi lantaran pemerintah belum memiliki tujuan yang jelas terhadap IHT.

Kebijakan terhadap IHT tidak bisa sekadar meniru sejumlah negara yang memberlakukan pembatasan secara ketat seperti Amerika Serikat, Singapura dengan menjual rokok dengan harga yang tinggi, melarang penjualan eceran. Karena negara-negara tersebut tidak mengandalkan pendapatan dari IHT.

Dia menegaskan pemerintah perlu punya objektif yang jelas. “Kalau memang menekankan aspek kesehatan apakah bisa mengompensasi pendapatan dari IHT. Saat ini penerimaan cukai rokok itu paling besar, kemudian kalau dibatasi secara ketat, perusahaan-perusahaan rokok pasti akan melakukan lay off terhadap pekerjanya,” kata dia.

Penjabat (Pj) Gubernur Jakarta, Teguh Setyabudi

Pemprov Jakarta Bakal Kaji Wacana Kantin Sekolah Dipungut Pajak

DPRD Jakarta menilai kantin sekolah berpotensi menghasilkan pendapatan retribusi daerah.

img_title
VIVA.co.id
22 November 2024