Ngurus Pandemi, Pendapatan Holding BUMN Farmasi Meroket
- ANTARA/Novrian Arbi
VIVA – Holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Bio Farma untung besar selama pandemi Virus Corona atau COVID-19. Pada Semester I-2021, mencatatkan pendapatan meningkat 164 persen dari Rp5,78 triliun menjadi Rp15,26 triliun.
Diketahui, dalam holding ini Bio Farma sebagai induk sedangkan Kimia Farma dan Indofarma sebagai dua anak perusahaan. Dengan 13 pabrik, 78 jaringan distribusi dan 1.300 jaringan apotek serta 560 laboratorium klinik di Indonesia.
“Penataan ulang portofolio produk ini, menjadi prioritas kami, mengingat produk Kimia Farma dan Indofarma, ada yang saling beririsan. Hal ini kami lakukan agar dapat memenuhi kebutuhan Pemerintah akan obat dan dapat menurunkan harga produk yang saling bersaing," ujar Direktur Utama Bio Farma Honesti Basyir di Bandung, Senin, 27 September 2021.
"Kami sudah menetapkan jenis produk apa saja yang akan dihasilkan oleh masing-masing entitas. Baik Kimia Farma yang akan menghasilkan produk chemical, dan Indofarma menghasilkan produk herbal dan alkes," tambahnya.
Selama pandemi dia menjabarkan, pendapatan didapat dari inisiatif menyediakan masker medis dan non-medis dengan harga jauh di bawah harga pasar. Memastikan ketersediaan obat terapi COVID seperti azithromycin, oseltamivir, chloroquine, dan remdesivir.
Holding BUMN Farmasi juga fokus untuk memastikan ketersediaan produk dengan meningkatkan kapasitas produksi. Dan, memastikan ketersediaan bahan baku yang harganya sempat meningkat sampai 600 persen saat pandemi karena pembatasan yang diberlakukan.
Kemudian, penyediaan vaksin COVID-19 dari berbagai macam platform yang diperoleh melalui hubungan bilateral dan multilateral. Terhitung tanggal 24 September 2021 sudah terdistribusi sebanyak lebih dari 175 juta dosis.
Penerapan Sistem Manajemen Distribusi Vaksin (SMDV), untuk memastikan distribusi vaksin yang real-time. Sehingga, kualitas vaksin akan tetap terjaga sejak meninggalkan Gudang distribusi Bio Farma, hingga vaksin digunakan di masyarakat.
Lebih lanjut dia menjelaskan secara detail, pendapatan Bio Farma sendiri didapat dari realisasi pendapatan penugasan yang mencapai Rp8,12 triliun. Terdiri dari Rp 7,97 triliun program vaksin COVID-19 dan Rp144,30 miliar, didapat dari program Vaksinasi Gotong Royong (VGR).
Untuk anggota Holding BUMN Farmasi, Kimia Farma membukukan pendapatan pada Semester I-2021 sebesar Rp5,56 triliun yang diperoleh dari penjualan produk pihak ketiga sebesar Rp4,1 triliun termasuk di dalamnya, kemudian didapat dari VGR sebesar Rp402,9 miliar. Pertumbuhan penjualan dari Kimia Farma sendiri mencapai 18,6 persen yoy.
Baca juga: Airlangga Ungkap Triliunan Rupiah Digelontorkan ke Sektor Pariwisata
Sedangkan untuk Indofarma, pendapatan Semester I 2021 mencapai Rp849.33 miliar, berasal dari penjualan obat Obat Generik Berlogo (OGB) dan etchical sebesar Rp492,79 miliar. Sisanya dari penjualan alkes multivitamin dan lain-lain. Pertumbuhan penjualan dari Indofarma sebesar 89,9 persen yoy.
Honesti menegaskan, jika dilihat penjualan bersih perusahaan di luar penugasan pandemi COVID-19, kinerja Holding BUMN Farmasi masih on the track. Meski menghadapi tantangan untuk penjualan ekspor, karena adanya lockdown di beberapa negara penerima produk Holding BUMN Farmasi, khususnya vaksin.
Demikian juga dengan penjualan dalam negeri. Sesuai dengan instruksi Pemerintah. Bahwa saat ini, fokus pada Vaksin COVID-19, termasuk dengan obat-obatan, yang digunakan untuk penanganan COVID-19.
“Untuk Bio Farma sendiri, penjualan kami tanpa penugasan COVID-19, masih bisa mencapai Rp985 miliar, yaitu mencapai 84,39 persen dari yang ditargetkan pada Semester I 2021. Pencapaian ini terdiri dari penjualan ekspor yang mencapai Rp549 miliar, dan untuk penjualan dalam negeri (Pemerintah), mencapai Rp66,39 miliar, atau baru terealisasi 59,8 persen dari yang dianggarkan”, ungkap Honesti.
Honesti menambahkan, Bio Farma dalam menghadapi pandemi, berhasil menciptakan inovasi produk berupa kit diagnostik untuk mendeteksi virus COVID-19. Berupa Rapid Test polymerase chain reaction (RT-PCR) yang diluncurkan pada Semester I-2020 oleh Presiden Joko Widodo.
Inovasi yang dihasilkan dari hasil kolaborasi bersama startup, yang sudah memenuhi gold standard RT-PCR kit. RT-PCR ini juga dilengkapi dengan media VTM (Viral Transport Media) yang dibuat dan diproduksi secara mandiri oleh Bio Farma.
“Penjualan sektor swasta, mencapai Rp 431 miliar, atau sudah mencapai 105 persen dari yang dianggarkan sebesar Rp411 miliar. 68,86 persen dari total penjualan dalam negeri sektor swasta diperoleh dari penjualan untuk RT-PCR dengan nama M-BioCov, mencapai Rp283 miliar”, ujar Honesti.
Selain meluncurkan produk RT PCR Kit, Bio Farma Kembali meluncurkan inovasi terbaru yaitu Bio Saliva, atau alat uji untuk mendeteksi COVIF-19 dengan metode kumur (gargling).
Bio Saliva ini merupakan pelengkap dari produk sebelumnya yaitu mBioCov19. Gargle PCR memiliki sensitifitas hingga 95% sehingga dapat digunakan sebagai alternatif selain gold standar SWAB Nasofaring-Orofaring menggunakan PCR Kit. Keunggulan produk ini merupakan produk non invasif yang memberikan kenyamanan terhadap orang yang akan di PCR.