Setuju dengan Jokowi, Arief Yahya: Jangan Lelet Kalau Benahi Bangsa

Mantan Menteri Pariwisata, Arief Yahya
Sumber :
  • ANTARA FOTO/M Irfan Ilmie

VIVA – Mantan Menteri Pariwisata Kabinet Indonesia Kerja, Arief Yahya mengaku sepakat dengan Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam membenahi bangsa ini dengan tidak lelet. Menurutnya, Indonesia harus beradaptasi dengan perkembangan teknologi termasuk dalam dunia pariwisata.

Jokowi Dukung RK, Hasto: Justru Dapat Reaksi Negatif dari Publik, Pramono Bisa Menang 1 Putaran

"Kalau mau membenahi bangsa ini, saya setuju dengan Pak Jokowi, jangan lelet. Harusnya dibuat peraturan undang-undangnya disederhanakan. Sederhanakan semua peraturan, pakai digital, transparan," kata Arief saat diskusi dalam acara Indonesia Maritime Club (IMC) Myshipgo pada Sabtu, 25 September 2021.

Arief mengatakan, ada sebuah ungkapan yang benar dalam persaingan itu bukan yang besar makan yang kecil, tapi yang terlambat. Ternyata, ungkapan ini benar dalam semua bidang baik bisnis maupun industri negara. Maka itu, sekarang pertumbuhan itu menunjukkan percepatan.

Analisis Pakar Politik soal Pengaruh Dukungan Jokowi terhadap Ridwan Kamil

"Indonesia kalah dari Malaysia jumlah wisman jauh 10 juta. Malaysia katakanlah 30 juta, Singapura katakan 20 juta. Kalah dari negara kecil terbukti itu. Bukan yang besar makan yang kecil, tapi yang besar lelet pasti kalah," jelasnya.

Dia menekankan dalam bisnis, tak ada strategi yang mengajarkan prinsip untuk lambat-lambatan. Ia mencontohkan Vietnam menjadi negara Asean yang memiliki pertumbuhan sangat cepat dalam dunia pariwisata. 

Prabowo dan Jokowi Dukung RK di Pilgub Jakarta, Oso: Yang Tentukan Rakyat, Bukan Pejabat

Menurut dia, Vietnam memiliki kehebatan membuat usaha sangat cepat dan hampir tidak ada birokrasi sehingga tumbuh 19,9 persen di atas Indonesia yang cuma 12,8 persen pada 2019.

"Vietnam itu menjadi kekasihnya investor dan kekasihnya wisatawan. Para pebisnis jangan lalai itu Vietnam, harus jadi pesaing utama kita. Vietnam pertumbuhannya bisa mengalahkan semua negara di Asean," tutur Arief. 

Dia menekankan persoalan saat ini masih lelet karena banyak aturan yang menumpuk.

"Permasalahan terbesar kita itu speed. Aturan kita itu lebih daripada 20 ribu aturan yang mengikat-ikat. Tapi, Alhamdulillah, pariwisata kita bisa lihat," jelas dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya