Pemerintah Diminta Lanjutkan Moratorium Lahan Sawit, Ini Alasannya

Kendaraan melintas di kawasan perkebunan kelapa sawit PTPN VI, Sariak, Pasaman Barat, Sumatra Barat
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra

VIVA – Instruksi Presiden atau Inpres Moratorium Sawit telah habis masa berlakunya sejak 19 September lalu. Pemerintah diharapkan segera melanjutkan kebijakan moratorium sawit agar tata kelola sawit di Indonesia semakin baik.

Sebab, Direktur Program Kelapa Sawit Berkelanjutan (SPOS) Indonesia Irfan Bakhtiar menjelaskan, jika moratorium sawit dihentikan atau tidak dilanjutkan maka akan berpotensi meningkatkan jumlah lahan sawit.

Secara ekonomi, penghentian moratorium juga bisa menambah produksi sawit secara berlebihan sehingga justru akan membuat harga CPO tertekan. Belum lagi kerugian lingkungan yang harus ditanggung dalam jangka panjang jika pengelolaan tidak dilakukan dengan benar.

Karena itu, Irfan dengan tegas menyatakan bahwa moratorium masih diperlukan agar pemerintah menuntaskan pekerjaan rumah yang belum terselesaikan.

“Kita masih perlu moratorium jilid II. Kalau tidak dilanjutkan, negara dan petani justru akan mengalami banyak kerugian,” tutur Irfan dalam webinar bertajuk 'Moratorium Sawit : Apa Setelah Tenggat 3 Tahun?', Kamis, 23 September 2021. 

Dia menjabarkan, saat ini masih ada persoalan kebun sawit di kawasan hutan yang belum tuntas. Dari 3,4 juta hektare sawit di kawasan hutan, catatan yang disampaikan ke publik baru sekitar 600 ribuan hektare kebun perusahaan yang sudah mengajukan pelepasan. 

Hingga sekarang juga belum ada langkah apapun untuk pelanggaran ataupun keterlanjuran yang terjadi. Kebun sawit rakyat di kawasan hutan juga masih sangat minim yang teridentifikasi. 

Saat ini data yang dihimpun SPOS Indonesia menunjukkan sawit Rakyat ber-STDB baru seluas kurang lebih 28,000 hektare, dari klaim 40 persen dari total tutupan sawit (6,7 juta hektare). Kementerian Pertanian juga belum memfasilitasi sawit rakyat menuju ISPO atau perkebunan kelapa sawit berkelanjutan.

Wamentan Sudaryono Ajak Pegawai Gelorakan Semangat Pahlawan Wujudkan Swasembada Pangan

Sementara itu Direktur jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Ruandha Agung Sugardiman mengatakan, pihaknya telah melakukan evaluasi dan menyusun kembali langkah-langkah untuk menata sawit. 

Secara marathon, dengan instansi kementerian lainnya, KLHK terus mengidentifikasi berapa banyak kebun kelapa sawit yang merambah ke dalam kawasan hutan. 

Mentan Tangguhkan Izin Impor 5 Perusahaan Imbas Aksi Peternak Buang Susu

“Usulan-usulan untuk mempercepat penataan sawit sudah kami ajukan ke presiden dan masih menunggu tanggapan dari bapak presiden,” kata Ruandha. 

KLHK juga telah menyusun berbagai bentuk sanksi atas pelanggaran tersebut. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebutkan, seluas 3,37 juta hektare (ha) lahan sawit berada dalam kawasan hutan dan baru sekitar 700.000 ha yang telah selesai diproses penyelesaiannya.

Mentan Amran Gelar Rapat Maraton di Hari Minggu, Inginkan Lompatan Besar Menuju Swasembada Pangan

Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono mengungkapkan, luas tutupan sawit di Indonesia sebesar 16.38 juta ha. Dari luasan itu yang masih menjadi masalah klasik adalah sawit yang ada di kawasan hutan seluas  3.3 juta ha.

Baca juga: Pabrik Es Krim Aice Dapat Setifikasi Standar Mutu dari Kemenperin

“Distribusi sawit terluas ada di e dan Kalimantan sedangkan ke wilayah Indonesia timur baru beberapa,” kata Kasdi. 

Langkah moratorium ini akan sangat berdampak pada peremajaan sawit. Selama moratorium, tidak boleh ada ekspansi lahan untuk sawit. 

"Kami harus berfokus pada peremajaan sawit di lahan yang sudah ada. Salah satu agenda presiden adalah menetapkan re-planting atau peremajaan 500.000 ha sawit dalam tiga tahun," tegasnya.

Ketua Umum Perkumpulan Forum Kelapa Sawit Jaya Indonesia (POPSI) Pahala Sibuea menegaskan dukungannya terhadap kelanjutan morarotium sawit. Moratorium dirasakan sangat bermanfaat untuk meningkatkan kemitraan petani sawit. 

"Hal itu justru memberi kepastian bagi perusahaan untuk menata kemitraan yang berkelanjuan dengan petani swadaya,” kata Pahala.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya