Masih Pandemi, Negosiasi Garuda dengan Lessor Dinilai Terbuka Lebar

Pesawat Garuda Indonesia bergambar jarum suntik.
Sumber :
  • VIVA/Sherly

VIVA – Maskapai penerbangan pelat merah Garuda Indonesia kalah pada putusan Arbitrase oleh London Court of International Arbitration (LCIA) terkait gugatan lessor pesawat Helice Leasing S A S dan Atterisage S A S (Goshawk). Namun, peluang negosiasi dengan lessor dinilai masih terbuka luas.

Bangkit Usai Dihantam Pandemi, Pendapatan Bisnis KAI Kini Tembus Puluhan Triliun

Pengamat Hukum Penerbangan dari Universitas Tarumanagara, Ahmad Sudiro menjelaskan, peluang negosiasi itu khususnya untuk mendapatkan keringanan atas beban biaya sewa pesawat di tengah penurunan kinerja imbas pandemi.

Dia menjelaskan, walaupun prinsipnya putusan Abritrasi itu final dan mengikat. Masih ada upaya lain yang dapat dilakukan oleh pihak Garuda Indonesia, yaitu melakukan pendekatan di luar pengadilan kepada pihak yang dimenangkan dalam putusan ini untuk meminta keringanan.

Kisah Rizky Ridho Jualan Ayam saat Liga Dihentikan Akibat Pandemi: Uang Sisa Rp400 Ribu

"Negosiasi pendekatan yang dapat dilakukan oleh pihak Garuda Indonesia ini diperbolehkan dan ini di luar yuridis formal" kata Ahmad dikutip dari keterangannya, Selasa, 21 September 2021.

Guru Besar Hukum di Universitas Tarumanagara ini pun meyakini, jika Garuda Indonesia melakukan pendekatan secara baik maka akan memperoleh kesepakatan terbaik bagi seluruh pihak. Apalagi, transportasi udara di seluruh dunia kini terpuruk karena pandemi yang melanda.

Aksi Heroik Kopassus Lumpuhkan Pembajak Pesawat Garuda, Cuma Butuh 2 Menit 49 Detik

"Tidak hanya di Indonesia namun global mengalami masa-masa sulit di tengah terpaan pandemi COVID-19. Melalui jalan mediasi pihak lessor diharapkan mau memberikan keringananya kepada Garuda Indonesia," katanya.

Baca juga: Banjir Promo, Pameran Virtual Ini Tawarkan Properti Puluhan Pengembang

Terlepas dari hal tersebut dia mengatakan, pandemi ini sekiranya dapat dijadikan momentum bagi pelaku industri penerbangan untuk melakukan berbagai pembenahan. Khususnya terkait strategi dan tata kelola bisnis salah satunya dalam hal legal governance.

"Kita ketahui bahwa perjanjian kerja sama ini telah dilakukan oleh managemen Garuda Indonesia yang sebelumnya. Karenanya ke depannya pembuatan kontrak kerja sama harus dikawal dengan perspektig legal yang solid sehingga dapat menjaga kepentingan Garuda Indonesia dan negara," ungkapnya. 

"Sebab jika ada celah yang merugian dalam kerja sama tersebut dan tidak diantisipasi maka dapat menjadi bumerang pada keberlangsungan usaha" tambahnya.

Senada, Pengamat Penerbangan Arista Atmadjati mengungkapkan, dari aspek business judgment, kondisi pandemi yang terjadi saat ini masih terus berlangsung dapat menjadi kesempatan bagi Garuda Indonesia untuk mengupayakan  konsensus bersama. 

Hal itu atas perspektif outlook industri penerbangan ke depannya sehingga dapat menemukan titik temu terbaik dalam kerangka keberlangsungan bisnis.

"Hal tersebut yang saya lihat dapat dimaksimalkan melalui penjajakan restrukturisasi kewajiban usaha yang saat ini tengah dirampungkan Garuda Indonesia. Dengan kompleksitas tantangan kinerja yang ada dan melihat praktik restrukturisasi, proses ini diperkirakan tidak akan berlangsung sebentar," ungkapnya.

Sementara itu, Pengamat Penerbangan Gerry Soejatman melihat dari gugatan terhadap Garuda dari lessor ini tidak akan berdampak besar terhadap kinerja perusahaan. Terutama dalam operasional. 

Sedangkan jika dalam kewajiban itu harus mengembalikan pesawat yang disewa juga tidak mengganggu operasional. Karena permintaan penumpang pesawat yang sedang menurun.

"Dampaknya ke operasional kecil kegiatan pasar masih di bawah, outcome-nya tidak terlalu merugikan dari operasional. Lessor yang baru-baru ini bukan yang keras kepala jadi masih kooperatif pasti mencari jalan keluar," katanya.

Gerry juga meyakini, pihak lessor juga masih akan memikirkan prospek penerbangan di Indonesia. Karena pasar domestik Indonesia yang masih prospektif. Di mana menurut proyeksi INACA industri penerbangan domestik mulai pulih pada tahun 2022. 

"Dan jika ternyata industri penerbangan di Tanah Air kembali pulih maka mau tidak mau lessor akan diuntungkan. Untuk ini Garuda Indonesia harus bisa meyakini hal ini," katanya.

Sebelumnya, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan, pihaknya menghormati dan menyikapi secara bijak hal-hal yang telah ditetapkan putusan Arbitrase oleh LCIA terkait dengan gugatan dari lessor pesawat terhadap pihaknya. 

Irfan mengatakan, Garuda akan melakukan koordinasi dengan kuasa hukum yang telah ditunjuk untuk mempertimbangkan langkah yang dapat dilakukan oleh Perseroan.

"Atas putusan arbitrase tersebut, saat ini Garuda Indonesia juga terus menjalin komunikasi intensif dengan Goshawk guna menjajaki kesepakatan terbaik. Dalam upaya penyelesaian kewajiban usaha Perseroan di luar proses hukum yang telah berlangsung," ujarnya 

"Adapun upaya tersebut salah satunya dilakukan dengan mempertimbangkan kemungkinan penjajakan skema restrukturisasi maupun strategi alternatif penunjang lainnya," tambahnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya