Tetap Pajaki Sembako hingga Pendidikan, Menkeu: Ada Kriterianya
- (ANTARA/HO-Humas Kemenkeu/pri.)
VIVA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kembali meluruskan informasi terkait tambahan objek pajak yang akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Misalnya seperti pajak atas bahan pokok atau sembako, operasi plastik hingga biaya pendidikan.
Tambahan objek pajak itu termuat dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang diusulkan pemerintah.
Saat rapat kerja dengan DPR dan DPD RI di Gedung Parlemen, Jakarta, Senin, 13 September 2021, Sri menjelaskan, pengenaan objek PPN baru itu ditujukan untuk menciptakan tata perpajakan yang adil, sehat, efektif, dan akuntabel.
Dia mencontohkan, untuk pengenaan PPN terhadap bahan pokok atau sembako, penerapannya terbatas pada barang-barang kebutuhan pokok yang dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi bukan menengah ke bawah seperti yang dikira selama ini.
"PPN atas bapok yang diterapkan secara terbatas ini ditetapkan pada barang kebutuhan pokok yang dikonsumsi masyarakat berpenghasilan tinggi dan tentu ini akan dibuatkan kriterianya," kata Sri.
Baca juga: Investasi KEK Capai Rp92,3 Triliun, Serap 26.741 Tenaga Kerja
Adapun untuk jasa kesehatan, pengenaan PPN nya juga tidak terhadap seluruh layanan jasa kesehatan. Namun, dia menekankan, pengenaan PPN hanya terhadap jasa layanan kesehatan yang tidak dibayar melalui sistem jaminan kesehatan nasional.
"Misalnya yang dilakukan jasa klinik kecantikan, estetika, operasi plastik yang sifatnya non esensial. Juga untuk peningkatan peran masyarakat dalam penguatan sistem jamin kesehatan nasional, treatment ini akan memberikan insentif masyarakat masuk ke sistem jaminan kesehatan nasional," ujarnya.
Sementara itu, untuk jasa pendidikan yang dikenakan PPN, ditekankannya untuk jasa pendidikan yang diselenggarakan bersifat komersial dan lembaga pendidikan yang tidak menyelenggarakan kurikulum minimal sesuai perundang-undangan sistem pendidikan nasional.
"Ini juga untuk membedakan terhadap jasa pendidikan yang memberikan pendidikan secara masif oleh pemerintah atau lembaga sosial lain dibanding yang men-charge dengan tuition atau SPP yang luar biasa tinggi. Dengan demikian madrasah dan lain-lain tentu tidak akan dikenakan dalam skema ini," tegas Sri.