Keuangan Daerah Tak Optimal, Sri Mulyani: 127 Kepala Daerah Korupsi
- (ANTARA/HO-Humas Kemenkeu/pri.)
VIVA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan bukti bahwa tata kelola keuangan di pemerintah daerah selama ini belum optimal membangun kesejahteraan bagi masyarakatnya sendiri.
Salah satu bukti yang diangkatnya adalah masih banyaknya kepada daerah yang melakukan korupsi. Ini dipantaunya sejak Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 terbit hingga pada saat ini 2021.
Menurutnya sejak UU tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah itu terbit sudah sebanyak 127 kepala daerah yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi.
"Sejak 2004 sampai 2021 ada 127 kepala daerah yang jadi terpidana kasus korupsi," kata dia saat rapat kerja dengan DPR dan DPR di Gedung Parlemen, Jakarta, 13 September 2021.
Baca juga: Pemerintah China Paksa Perusahaan Jack Ma Pecah Bisnis Alipay
Selain itu, Sri mengatakan, belum optimalnya tata kelola penyelenggaraan pemerintahan daerah juga terlihat dari masih rendahnya nilai reformasi birkorasi pemda yang sebagian besar predikat CC dan C.
"Kita melihat, observasi dari hasil 2004-2021 ini belum optimalnya tata kelola penyelenggaraan pemda dan ini terlihat dari masih rendahnya nilai reformasi birokrasi pemda," tegas Sri.
Kemudian, dia mengatakan, terdapat juga masih rendahnya daya saing dan kolaborasi antar daerah. Berdasarkan Survei BRIN 2021, dia mengatakan, nilai indeks daya saing daerah 60 persen sedang dan rendah.
"Kolaborasi antar daerah maupun dalam menciptakan daya tarik daya investasi daya competitiveness daerah itu terlihat masih sangat terbatas. 60 persen daerah memiliki indeks daya saing yang sedang atau rendah," ujarnya.
Di sisi lain, dia mengatakan, pengelolaan keuangan daerah yang belum optimal ini diperburuk dengan indikasi besarnya belanja birokrasi seperti belanja pegawai dan barang serta jasa di daerah yang rata-rata 59 persen.
Oleh sebab itu, Sri mengusulkan adanya Rancangan Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (RUU HKPD) kepada DPR dan DPD saat ini.
"Diperlukan kebijakan baru yang harusnya berorientasi pada kinerja dan perbaikan kapasitas perbaikan daerah dalam meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat," ujar Sri.