Bos BI: SKB Jilid III Tak Mengurangi Independensi Bank Indonesia
- ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
VIVA – Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, memastikan bahwa kesepakatan pemerintah dan pihaknya dalam hal burden sharing atau berbagi beban, melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) Jilid III, tidak akan mengurangi independensi BI sebagai bank sentral.
"Ini tidak akan dan tidak pernah mengurangi independensi dan kemampuan Bank Indonesia untuk melaksanakan kebijakan moneter yang bijak," kata Perry dalam telekonferensi, Selasa 24 Agustus 2021.
Perry menegaskan, pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar perdana serta menanggung bunga dalam kerja sama yang tertuang dalam SKB Jilid III ini, tidak akan mempengaruhi kemampuan BI melakukan kebijakan moneter.
Baca Juga: 6 dari 10 Orang Terkaya di Indonesia Hartanya Turun Hari Ini
SBN yang dibeli BI pun bersifat tradable dan marketable, sehingga bisa dimanfaatkan BI sebagai instrumen operasi moneter. "Jumlahnya terukur, sehingga kami bisa lakukan mandat BI dalam melakukan stabilisasi nilai tukar maupun inflasi," ujarnya.
Selain itu, Perry mengakui bahwa pihaknya sudah mempertimbangkan dampak tapering The Federal Reserve (The Fed), serta dampak inflasi yang akan mulai terasa pada tahun 2023 mendatang.
"Tentu saja tambahan ekspansi moneter akan menambah tekanan inflasi. Bukan pada 2021 dan 2022, BI sudah mengantisipasi kalau 2023 ada kenaikan inflasi," kata Perry.
Kemudian, Perry juga menegaskan bahwa SKB Jilid III ini juga tidak akan mempengaruhi kondisi keuangan BI. Sebab, meskipun kerja sama tersebut akan memperlebar defisit, namun modal BI dipastikan masih sangat besar dan cukup untuk menjaga kondisi keuangan bank sentral tersebut.
"Rasio modal kami tahun lalu adalah 8,64 persen, dan tahun ini kemungkinan 8,9 persen. Kemungkinan akan menurun menjadi sekitar 4-5 persen, tapi dari sisi modal itu besar. Jumlah modal Bank Indonesia masih mampu untuk menjaga kesinambungan fiskal keuangan Bank Indonesia," ujarnya.
Diketahui, SKB Jilid III berlaku sejak tanggal ditetapkan sampai dengan 31 Desember 2022. Besaran SBN yang diterbitkan yaitu pada tahun 2021 sebesar Rp215 triliun dan tahun 2022 sebesar Rp224 triliun.
Partisipasi BI berupa kontribusi atas seluruh biaya bunga untuk pembiayaan vaksinasi dan penanganan kesehatan dengan maksimum limit Rp58 triliun (tahun 2021) dan Rp40 triliun (tahun 2022), sesuai kemampuan keuangan BI.
Sedangkan sisa biaya bunga pembiayaan penanganan kesehatan lainnya serta penanganan kemanusiaan menjadi tanggungan Pemerintah. Seluruh SBN yang diterbitkan dalam skema SKB III ini merupakan SBN dengan tingkat bunga mengambang (dengan acuan suku bunga Reverse Repo BI tenor 3 Bulan).
Di dalam SKB ini juga diatur ketentuan mengenai fleksibilitas, di mana jumlah pembelian SBN oleh BI dan jumlah penerbitan SBN dengan pembayaran kontribusi BI, dapat dilakukan perubahan sesuai dengan kebutuhan pembiayaan Anggaran Penanganan Kesehatan dan Kemanusiaan serta kondisi keuangan BI.
Di samping itu, SBN yang diterbitkan bersifat tradable dan marketable serta dapat digunakan untuk operasi moneter BI.