Pemulihan Ekonomi Terhambat PPKM, Defisit Transaksi Berjalan Tak Naik
- VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi
VIVA – Bank Indonesia (BI) telah mengumumkan defisit transaksi berjalan Indonesia melebar pada kuartal II-2021 sebesar 0,8 persen dari produk domestik bruto (PDB) atau menjadi US$2,2 miliar. Namun, pelebaran defisit ini diperkirakan tak akan berlanjut pada kuartal selanjutnya.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan, defisit transaksi berjalan akan kembali menurun kuartal III-2021 sejalan dengan ekspektasi perlambatan ekonomi nasional akibat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4.
"Perlambatan ekonomi nasional yang dipengaruhi oleh pembatasan mobilitas masyarakat di tengah penyebaran varian delta," ujar dia kepada VIVA, Minggu, 22 Agustus 2021.
Baca Juga:Â BI: Defisit Transaksi Berjalan RI Mulai Naik pada Kuartal II-2021
Menurutnya, perlambatan ekonomi nasional tersebut akan terindikasi dari penurunan impor non-migas sedemikian sehingga akan berpotensi mendorong peningkatan surplus perdagangan serta tetap tingginya surplus neraca barang pada transaksi berjalan.
"Selain itu, pada transaksi finansial diperkirakan akan cenderung meningkat sejalan dengan ekspektasi penurunan defisit investasi lainnya," ungkap Josua.
Adapun surplus investasi langsung, diperkirakannya pada kuartal III-2021 masih berpotensi meningkat, terutama karena investor cenderung memandang bahwa PPKM darurat atau level 4 hanya diterapkan sementara waktu saja.Â
"Dari sisi transaksi finansial investasi portfolio, kami perkirakan nilainya cenderung meningkat, terefleksi dari aliran masuk di pasar keuangan domestik," tegas dia.
Dengan demikian, Josua menganggap, penurunan defisit transaksi berjalan ini nantinya akan diikuti stabilnya surplus transaksi finansial. Diperkirakan mampu mendorong Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III-2021 yang akan berbalik surplus bila dibandingkan dengan kuartal II-2021.
Oleh sebab itu, dia menekankan, pelebaran defisit kuartal II-2021 di tengah perlambatan ekonomi tak mengkhawatirkan. Namun, yang perlu tetap diwaspadai adalah ketidakpastian dari global.Â
Ketidakpastian itu berasal dari perkembangan harga komoditas yang akan mempengaruhi neraca transaksi berjalan serta potensi normalisasi kebijakan moneter AS yang lebih cepat dari perkiraan juga berpotensi akan membatasi surplus investasi portofolio.
"Yang perlu tetap diwaspadai adalah ketidakpastian dari global yakni dari perkembangan harga komoditas yang akan mempengaruhi neraca transaksi berjalan serta potensi normalisasi kebijakan moneter AS yang lebih cepat," paparnya.