Pekerja hingga Konsumen Protes Cukai Rokok Bakal Naik 2022
VIVA – Pemerintah memberikan sinyal akan menaikkan tarif cukai rokok pada 2022. Seiring dengan rencana naiknya target penerimaan cukai yang disampaikan Presiden Joko Widodo dalam RAPBN 2022 sebesar Rp203,9 miliar.
"Bahwa untuk CHT (Cukai Hasil Tembakau) ada target kenaikan. Seperti biasa kami nanti akan jelaskan mengenai policy CHT," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dikutip Kamis, 19 Agustus 2021.
Meski belum mau menjelaskan besaran tarif yang akan ditetapkan, Sri memastikan akan mempertimbangkan aspek kesehatan, ketenagakerjaan, penerimaan negara hingga peredaran rokok ilegal dalam merumuskan tarif baru CHT untuk 2022.
Sinyal kenaikan ini pun mendapatkan respons pertentangan. Salah satunya dari Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI). Mereka khawatir kenaikan ini berimbas pada hilangnya pekerjaan mereka.
Ketua Ketua Umum FSP RTMM-SPSI Sudarto menjelaskan, keberlangsungan hidup para pekerja di segmen Industri Hasil Tembakau (IHT) ini tergantung pada jumlah permintaan pasar. Oleh sebab itu, jika IHT minim permintaan akibat lonjakan harga beli maka poduksi bisa terganggu.
Jika permintaannya menurun akibat kenaikan cukai, maka dampaknya pada jam kerja dan upah para pekerja di sektor IHT yang akan disesuaikan perusahaan. Padahal mayoritas anggotanya adalah pekerja IHT yang padat karya terutama Sigaret Kretek Tangan (SKT).
"Jam kerja dan upah disesuaikan. Jadi kalau hasilnya merosot, secara otomatis penghasilannya merosot. Dan apabila ini enggak bisa dijaga, mereka bisa kehilangan pekerjaan,” katanya, Kamis, 19 Agustus 2021.
Senada, Masyarakat Konsumen Tembakau (Maskot) juga menyatakan kegelisahan yang sama. Perwakilan dari Maskot Endro Guntoro berharap Pemerintah lebih memperhatikan suara masyarakat terkait rencana kenaikan cukai rokok yang dinilai akan berdampak pada harga rokok di konsumen.
“Jika konsumen disulitkan karena cukai rokok terus naik, Harga Jual Eceran (HJE) terus naik, maka itu sama saja dengan membunuh pedagang kecil, UMKM, dan tidak memberi ruang industri kreatif untuk tumbuh,” ujar Endro.
Dia berharap Pemerintah melihat persoalan tembakau secara utuh dan masukan dari berbagai pihak dipertimbangkan secara merata, termasuk konsumen produk hasil tembakau, petani, buruh, pedagang mikro, makro, dan industri.