Intip Kontribusi Produk HPTL Serap Tenaga Kerja di Indonesia

Macam-macam bentuk rokok elektrik atau vape.
Sumber :
  • dok. pixabay

VIVA – Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) menegaskan, produk Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL), seperti rokok elektrik, produk tembakau yang dipanaskan, dan snus, dikembangkan dengan mengedepankan prinsip pengurangan risiko. Karenanya, reguasi dibutuhkan industri maupun konsumen untuk mempertegas hal tersebut.

Pemerintah Bakal Gelar Harbolnas, Nilai Transaksi Ditargetkan Naik 16 Persen

Sekretaris Umum APVI Garindra Kartasasmita berharap, Pemerintah melakukan kaji fakta dan hasil penelitian ilmiah, sebelum nantinya dapat merumuskan regulasi yang sesuai dengan karakteristik dan profil risiko dari produk ini.

Garindra meyakini, setelah fakta dikaji dan dijadikan landasan regulasi, kehadiran aturan ini akan menciptakan dampak positif bagi Pemerintah dalam aspek kesehatan dan ekonomi.

Menteri Ara Setuju Tapera Bersifat Sukarela: Jangan Maksa-maksa

Sebab, aturan tersebut akan semakin memberikan keyakinan kepada perokok dewasa bahwa produk HPTL memiliki risiko yang jauh lebih rendah daripada rokok. Sehingga dapat dijadikan alternatif untuk beralih dari rokok.

“Apabila didukung secara penuh, tentunya dapat menurunkan prevalensi perokok. Hal ini tentunya dapat menekan biaya kesehatan yang cukup tinggi,” ujar Garindra di Jakarta, dikutip Jumat, 13 Agustus 2021.

Bisnis Lokal di Berbagai Negara Dapat Angin Segar Imbas Masifnya Boikot Produk Terafiliasi Israel

Baca juga: Lepas Jabatan Komisaris, Yenny Wahid: Semoga Ringankan Garuda

Dia menjelaskan, dari aspek ekonomi, keberadaan regulasi akan semakin memperkuat industri HPTL. Mayoritas pelaku usaha di industri ini tergolong dalam Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Sebelum adanya pandemi, industri HPTL turut berkontribusi dalam menciptakan lapangan pekerjaan baru. 

Berdasarkan data APVI per 2020, industri HPTL telah menyerap tenaga kerja langsung sebanyak 50 ribu orang. Angka ini belum termasuk tenaga kerja yang ada di toko retailer rokok elektrik, yang jumlahnya mencapai 3.500 toko di seluruh Indonesia. 

Toko retailer tersebut lanjutnya, mayoritas terpusat di Jawa dengan jumlah 2.300 toko, sementara sisanya berada di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Bali. Meski demikian, industri HPTL masih sangat baru dan butuh dukungan Pemerintah untuk terus berkembang. 

“Dengan adanya regulasi khusus bagi industri HPTL, maka akan memperkuat eksistensi industri dan meningkatkan kepercayaan baik bagi konsumen maupun investor,” katanya.

Dia menjabarkan, regulasi tersebut nantinya juga diharapkan untuk mencakup tentang standar produk, bahan baku, sistem penjualan dan pengawasan, serta kategori konsumen. 

Seperti, produk ini hanya ditujukan bagi perokok dewasa. Anak-anak di bawah usia 18 tahun, non-perokok, ibu hamil serta menyusui dilarang untuk menggunakan produk ini. Regulasi tentunya juga harus diperkuat dengan edukasi dan sosialisasi 

“Aspek-aspek ini yang cukup penting untuk diregulasikan, dilaksanakan bersamaan dengan edukasi agar produk HPTL hanya digunakan oleh perokok dewasa,” tegas Garindra. 

Dalam kesempatan berbeda, Ketua Koalisi Indonesia Bebas TAR (KABAR) Ariyo Bimmo juga menekankan pentingnya regulasi khusus bagi produk HPTL. Jika aturan masih disamakan dengan rokok, maka perokok dewasa enggan beralih ke produk yang lebih rendah risiko.  

“Produk ini bertujuan untuk mengurangi risiko. Jadi dari segi kesehatan masyarakat, bisa mengurangi dampak buruk yang diakibatkan dari kebiasaan merokok,” tambahnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya