Ungkapan Puas Nasabah usai Migrasi ke Bank Syariah Indonesia

Logo Bank Syariah Indonesia (BSI)
Sumber :
  • Istimewa

VIVA – Rahmat Fajar (34 tahun) kini tambah tenang. Warga Kecamatan Gapura, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, itu tak lagi gusar bila sewaktu-waktu perbekalan menipis dan tengah dalam kondisi darurat. Dengan Bank Syariah Indonesia (BSI), ia bisa mengatasi apa pun yang dibutuhkan kala kepepet.

Fajar adalah pekerja swasta di Jakarta. Pandemi COVID-19 yang melanda Indonesia memaksa perusahaan tempat dia bekerja menerapkan work from home (WFH). Kebijakan itu membuat dirinya sering pulang ke kampung halaman di Sumenep, Madura. Bahkan, setahun terakhir ia lebih lama bekerja dari Madura.

Pandemi juga berdampak pada kondisi ekonomi dan cara orang-orang bertransaksi. Fajar juga begitu. Satu waktu, ia mengaku kehabisan duit sementara pulsa dan paket data sebagai penunjang kerjanya sudah habis. Di sisi lain, saldo di tabungannya di bawah Rp50 ribu.

“Saya coba beli pulsa lewat [aplikasi] BSI, alhamdulillah bisa meski saldo di bawah Rp50 ribu. Sebelum di BSI saya tidak bisa bertransaksi kalau saldo di bawah Rp50 ribu,” ujar Fajar kepada VIVA, Selasa, 10 Agustus 2021.

Awalnya, Fajar merupakan nasabah Bank Mandiri Syariah. Ketika BSI berdiri, secara otomatis aplikasi banknya berubah menjadi BSI. “Sekitar tiga bulan lalu berubah BSI. Keuntungan yang saya rasakan, saldo di bawah Rp50 ribu bisa bertransaksi. Yang paling saya suka menu membeli,” ujarnya.

Pelayanan maksimal seperti dirasakan Fajar tentu tak lepas dari performa BSI. Sehingga, kinerja bank syariah terbesar di Indonesia itu juga tumbuh signifikan. Sejak terbentuk, kinerja PT BSI Tbk memang menorehkan pencapaian impresif. 

Tahun 2021, sepanjang semester I BSI berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp1,48 triliun, naik 34,29 persen secara year on year (yoy). Jumlah pengguna mobile banking juga tumbuh signifikan, menembus angka 2,5 juta pengguna.

Donald Trump Menang Pilpres AS, Perbankan Nasional Waspadai Likuiditas Domestik dan Global Makin Tertekan

Direktur Utama BSI Hery Gunardi mengatakan, kenaikan laba pada semester I tahun ini dipicu oleh pertumbuhan pembiayaan dan dana pihak ketiga (DPK) yang berkualitas, sehingga biaya dana dapat ditekan. Hal itu mendorong kenaikan pendapatan margin dan bagi hasil yang tumbuh sekitar 12,71 persen yoy.

“Untuk meningkatkan kinerja, pada tahun ini BSI fokus untuk menjaga kualitas pembiayaan dan memanage coverage ratio dengan tetap mendorong pertumbuhan bisnis yang sehat dan akselerasi kapasitas digital dan operasional,” kata Hery dalam konferensi pers virtual beberapa waktu lalu.

BTN Pede Perolehan DPK Bakal Tumbuh di Atas Rata-rata Industri hingga Akhir 2024

Diskusi virtual tentang kinerja BSI Semester 1 2021 beberapa waktu lalu.

Photo :
  • VIVA/Nur Faishal (Surabaya)

Dengan pertumbuhan laba yang signifikan, BSI dapat meningkatkan rasio profitabilitas. Hal itu ditandai dengan meningkatnya ROE (Return on Equity) dari 11,69 persen per Juni 2020 menjadi 13,84 persen per Juni 2021.

Bank Sinarmas Catat Sudah Salurkan Pembiayaan ke UMKM Rp 7,5 Triliun

Untuk menjaga pertumbuhan ke depan, Hery mengatakan, BSI akan terus meningkatkan kapabilitas digital. Pasalnya volume transaksi kanal digital BSI tumbuh signifikan sepanjang triwulan kedua 2021. Ia menyebut nilai transaksi kanal digital BSI sudah menembus Rp95,13 triliun per Juni 2021.

Kontribusi terbesar berasal dari transaksi melalui layanan BSI Mobile yang naik 83,56 persen secara year on year (yoy). Jika dirinci, sepanjang Januari-Juni 2021, volume transaksi di BSI Mobile mencapai Rp41,99 triliun. Jumlah tersebut mengalami pertumbuhan sebesar 109,82 persen secara yoy.

Sedangkan dari sisi bisnis, pada semester I 2021 bank syariah milik Himbara itu telah menyalurkan pembiayaan hingga Rp161,5 triliun. Jumlah tersebut naik sekitar 11,73 persen dari periode yang sama pada 2020 yang sebesar Rp144,5 triliun.

Porsi terbesar disumbangkan segmen konsumer yang mencapai Rp75 triliun atau setara 46,5 persen dari total pembiayaan. Adapun segmen korporasi sebesar Rp36,7 triliun atau sekitar 22,8 persen. Kemudian segmen UMKM yang mencapai Rp36,8 triliun setara 22,9 persen. Sisanya segmen komersial Rp10 triliun atau sekitar 6,2 persen.

Pada paruh pertama tahun ini, BSI pun tetap mampu menjaga kualitas pembiayaan yang positif. Terbukti dengan tren penurunan non performing financing (NPF) gross dari 3,23 persen pada semester I 2020 menjadi 3,11 persen pada enam bulan pertama tahun ini.

Untuk meningkatkan prinsip kehati-hatian, BSI juga telah mencadangkan cash coverage sebesar 144,07 persen sampai semester I 2021. Sedangkan dari sisi liabilitas, penghimpunan DPK BSI sampai semester I 2021 mencapai Rp216,36 triliun, naik 16,03 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada 2020 yang sebesar Rp186,49 triliun.

Pertumbuhan tersebut didominasi oleh peningkatan dana murah melalui layanan jasa keuangan giro dan tabungan yang sebesar 54,81 persen dari total DPK. Hal itu menurunkan biaya dana atau cost of fund dari 2,78 persen pada semester I 2020 menjadi 2,14 persen pada paruh pertama tahun ini.

Dengan kinerja tersebut BSI berhasil mencatatkan total aset sebesar Rp247,3 triliun hingga Juni 2021. Torehan itu naik sekitar 15,16 persen secara yoy. Pada periode yang sama tahun lalu total aset BSI mencapai Rp214,7 triliun.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya