Analisa Arcandra Soal Tesla Pilih Nikel dari Australia Ketimbang RI

Tesla Model 3
Sumber :
  • Twitter

VIVA – Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arcandra Tahar menyoroti soal Tesla yang memilih kerja sama dengan BHP Australia untuk membeli nikel sebagai bahan baku baterai mobil listriknya melalui penandatanganan pada 22 Juli 2021 lalu.

Orang Kaya Gabut, Pemilik Tesla Ini Pilih Jadi Sopir Taksi Online

“Selain mensuplai nikel, Tesla dan BHP juga akan bekerja sama dalam pengembangan energy storage yang ramah lingkungan,” kata Arcandra dikutip dari instagramnya @arcandra.tahar, pada Kamis, 29 Juli 2021.

Menurut dia, BHP adalah perusahaan tambang dari Australia yang mempunyai area tambang nikel di Australia Barat. Lalu, ia mengungkap alasan kenapa Tesla lebih memilih nikel di Australia Barat bukan di negara lain.

Tesla dan BYD Berebut Dominasi di Industri Kendaraan Listrik Global

Baca Juga: Soal Tesla Investasi ESS di RI, Bahlil: Mohon Doanya

“Tidak ada yang tahu pasti kenapa kerja sama yang sangat strategis ini dimulai. Namun demikian, ada beberapa hal yang bisa menjadi petunjuk kenapa Tesla memilih BHP,” ujarnya.

Penjelasan OIKN soal Heboh Aguan Investasi di IKN Demi Selamatkan Jokowi

Pertama, kata dia, tekanan dari pemegang saham agar Tesla menunjukan usaha dan berpartisipasi dalam mengurangi dampak dari perubahan iklim. BHP adalah salah satu perusahaan tambang yang sangat peduli dengan lingkungan dan berhasil menjadi penambang nikel dengan emisi CO2 terkecil.

“Mereka punya komitmen untuk mengelola tambang yang ramah lingkungan dengan menggunakan energi terbarukan,” jelas dia.

Kedua, lanjut Arcandra, kesamaan visi antara Tesla dan BHP dalam mengatasi masalah kerusakan lingkungan akibat kegiatan bisnis yang tidak berorientasi ramah lingkungan. 

Tesla dan BHP berkomitmen untuk punya usaha yang berkelanjutan (sustainable) dan handal, sehingga kegiatan bisnis mereka bisa bertahan lama.

“Pandangan jauh kedepan dari kedua perusahaan ini akan saling menguatkan posisi mereka di mata investor,” katanya lagi.

Ketiga, Arcandra melihat kerja sama ini akan menaikkan nilai saham kedua perusahaan. Dapat dibayangkan, bagaimana reaksi investor jika Tesla kerja sama dengan penambang nikel yang tidak ramah lingkungan.

“Tesla bisa jadi mendapatkan harga nikel yang lebih murah, tapi kalau nilai sahamnya turun maka kerugian besar bagi Tesla. Kata orang Minang, Tesla kalah membeli, tapi menang memakai,” kata mantan Wakil Menteri ESDM ini.

Sebaliknya, hal yang sama juga berlaku untuk BHP. Apa yang terjadi kalau BHP menjual nikel kepada perusahaan yang tidak peduli dengan lingkungan. Nilai saham BHP bisa turun. Inilah fenomena ke depan yang harus dihadapi perusahaan dunia yang sudah go public.

“Mereka harus peduli dengan lingkungan kalau tidak ingin ditinggal investor,” katanya.

Keempat, kata dia, adanya usaha yang sungguh-sungguh dari Pemerintah Australia membantu perusahaan tambang mereka untuk berpartisipasi dalam mengurangi dampak negatif dari perubahan iklim. Mereka menyadari bahwa dalam jangka pendek akan ada biaya lebih yang harus dikeluarkan penambang ramah lingkungan.

“Tapi pemerintah hadir lewat insentif fiskal yang bisa meringankan beban perusahaan tersebut. Inilah kunci membangun dunia usaha yang berkelanjutan dan handal. Tidak dipaksa melalui jalan sulit dengan peta jalan yang buram,” ucap Arcandra.

Namun demikian, Arcandra kembali menekankan bahwa semua analisa ini belum tentu sepenuhnya benar. Hanya saja, satu hal yang perlu dicermati adalah tidak berpengaruhnya biaya tenaga kerja yang lebih mahal di Australia terhadap masuknya investor ke sana.

“Paling tidak, bukan sebagai faktor penentu investor berinvestasi di sana. Investor lebih punya ketertarikan terhadap perusahaan dan peluang bisnis yang ramah lingkungan. Perusahaan kelas dunia sangat cerdas dalam mengumpulkan data-data akurat terhadap komitmen sebuah perusahaan, termasuk praktek-praktek bisnis yang biasa mereka lakukan di suatu negara. Inilah zaman baru yang terbuka dan transparan,” tegasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya