Penyebab Perusahaan Rokok Sering Bayar Tarif Cukai Lebih Murah

Rak rokok di minimarket (foto ilustrasi)
Sumber :
  • VIVAnews/Arrijal Rachman

VIVA – Kompleksitas sistem tarif cukai hasil tembakau (CHT) di Indonesia dinilai menghambat optimalisasi penerimaan negara. Padahal, hal ini dapat membantu anggaran pemerintah agar dapat bangkit dari dampak Pandemi COVID-19.

Praktisi Pemasaran Ungkap Dampak Buruk Kemasan Rokok Tanpa Merek

Ekonom Tax Center Universitas Indonesia, Vid Adrison, mengatakan, struktur tarif CHT di Indonesia menjadi rumit karena penggolongan tarif cukai berdasarkan empat komponen yakni teknik produksi, rasa, golongan produksi, dan harga banderol.

“Keempat aspek ini mengakibatkan kompleks, jadi ada 10 tier. Kerugiannya adalah pada sisi pengendalian konsumsi. Pasalnya, tarif yang berlapis atau berbeda-beda membuat perusahaan bisa mencari posisi di mana tarif yang optimum baginya,” jelas Vid di Jakarta, Rabu, 28 Juli 2021.

Serikat Pekerja Surati Pemerintah Minta Selamatkan Sektor IHT dari Ancaman PHK

Baca Juga: Sadis, Ketua MUI Labura Tewas Dibacok Kondisinya Mengenaskan

Oleh sebab itu, Vid menyatakan, stuktur tarif CHT sebaiknya segera disederhanakan untuk mengoptimalkan pengendalian konsumsi tembakau dan mengoptimalkan penerimaan negara.

Kenaikan Tarif Cukai Picu Maraknya Rokok Ilegal, Menurut Kajian Akademisi

Dia mengatakan, ini karena struktur tarif CHT yang kompleks bisa membuka celah bagi perusahaan untuk memproduksi rokok dengan tarif cukai yang lebih rendah atau murah. 

“Jadi kalau seandainya perusahaan merasa cukainya di golongan 1 terlampau tinggi, sementara marketnya katakanlah hanya tiga koma sekian miliar batang, mereka memilih menurunkan di bawah 3 miliar batang. Sekalipun tidak bisa menjual banyak, tapi setidaknya membayar pajak atau cukai lebih rendah,” katanya.

Implikasi dari struktur cukai yang kompleks ini menurut Vid mengakibatkan perusahaan mungkin bisa membatasi kenaikan harganya di tarif yang lebih rendah.

Walau praktik ini sebenarnya tidak melanggar hukum, tapi ditegaskannya menimbulkan kerugian yakni terhambatnya pengendalian konsumsi karena perusahaan berusaha agar produknya memiliki harga yang terjangkau. Selain itu, penerimaan negara dari sektor CHT juga tidak optimal. 

“Karena tujuan cukai itu untuk pengendalian konsumsi. Maka itu, struktur tarifnya harus simpel, tarifnya enggak banyak," ujarnya.

Senada, Program Manager di Perkumpulan Prakarsa Herni Ramdlaningrum mengatakan, struktur rumit yang diterapkan saat ini pada cukai hasil tembakau membuat penerimaan negara dari cukai rokok tidak optimal.

“Sangat bisa (bagi pabrikan rokok) untuk melakukan penghindaran pajak dengan membayar tarif yang lebih murah, karena struktur yang terlalu rumit sehingga pengawasan oleh otoritas juga menjadi sulit,” katanya.

Selain itu, katanya, rumitnya struktur tarif CHT memungkinkan pabrik rokok yang besar bisa mengklaim bahwa perusahaan memproduksi jumlah yang lebih kecil daripada kenyataannya. 

"Akhirnya hal ini memungkinkan pengusaha untuk memproduksi rokok tidak melebihi ketentuan agar bisa mendapatkan tarif cukai yang rendah. Potensi kehilangan pajak juga sangat tinggi dari sana,” tegas dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya