Intip Konsep Baru Sistem Penempatan Pekerja Migran RI di Malaysia

Sekjen Kemnaker Anwar Sanusi.
Sumber :
  • Dokumentasi Kemnaker.

VIVA – Pemerintah Indonesia dan Malaysia menyepakati untuk menugaskan pejabat tinggi dari kedua negara guna membahas lebih lanjut secara teknis mengenai konsep One Channel System. Konsep itu merupakan perbaharuan kerja sama sistem penempatan pekerja migran RI atau Tenaga Kerja Indonesia (TKI).

Menaker Apresiasi Perusahaan dalam Mendorong Wirausaha dan Penciptaan Kerja

Kesepakatan tersebut dicapai setelah dilakukannya pertemuan bilateral kedua negara pada hari ini, Jumat 23 Juli 2021. Dalam rangka pembahasan draf Memorandum of Understanding (MoU) on the Recruitment and Employment of Indonesian Domestic Migrant Workers in Malaysia yang disampaikan Pemerintah Indonesia sejak bulan September 2016 mengalami stagnasi.

"Usulan Pemerintah RI terkait konsep One Channel System dan pengklasifikasian jabatan masih perlu dibahas lebih teknis oleh kedua negara. Hal inilah yang mengakibatkan pembahasan draf pembaharuan MoU Domestik Indonesia -Malaysia memakan waktu  cukup lama" ujar Sekjen Kemnaker Anwar Sanusi saat memimpin delegasi pembahasan MoU Employment and Protection of Domestic Workers in Malaysia secara virtual, dikutip Sabtu, 24 Julli 2021.

Kecewa Putusan MK Soal UU Ciptaker, Apindo Soroti Banyaknya Perubahan Aturan Ketenagakerjaan

Anwar mengatakan, secara virtual, Kemnaker, Kemlu, Perwakilan RI, dan BP2MI melakukan pertemuan dengan Pemerintah Malaysia yang diwakili Kementerian Sumber Manusia Malaysia/KSM dan Kemlu dalam waktu dekat. Guna mendiskusikan hal-hal yang menjadi pending issues selama ini dalam pembahasan draf pembaharuan MoU Domestik Indonesia-Malaysia.

Anwar Sanusi mengungkapkan ada tujuh poin penting yang dibahas oleh perwakilan Indonesia dan Malaysia dalam pertemuan menyangkut kerja sama bilateral Indonesia dan Malaysia.

Kemnaker Menghormati dan Siap Menindaklanjuti Putusan MK Terkait UU 6/2023

Pertama, konsep OCS. Ide dasar dari One Channel System adalah untuk mengurangi biaya penempatan dan menyederhanakan prosedur penempatan. Sesuai dengan hukum dan regulasi yang berlaku di kedua negara. 

"Hal tersebut mencakup penggunaan suatu sistem online yang menyediakan basis data terkait permintaan pekerjaan, pemberi kerja, dan ketersediaan tenaga kerja di sektor domestik, " ujar Anwar Sanusi.

Kedua, Konsep One Maid One Task. Dalam konsep ini, Malaysia mengusulkan agar 1 orang PMI domestik akan bekerja pada satu keluarga dengan jumlah anggota keluarga maksimal 6 orang. 

"Deskripsi pekerjaan PMI tersebut akan tertera secara rinci dalam dokumen perjanjian kerja, " katanya.

Ketiga, standar minimum gaji bagi pekerja migran Indonesia (PMI) sektor domestik di Malaysia. "Indonesia mengusulkan agar standar minimum gaji bagi PMI sebesar 1,500 ringgit, " ujar Anwar.

Keempat, asuransi bagi pekerja PMI sektor domestik di Malaysia. Negara itu telah mengamandemen aturan terkait asuransi sehingga kepesertaan asuransi juga mencakup pekerja migran sektor domestik.

Baca juga: BNI Dapat Tugas Khusus dari Erick Thohir

Kelima, perpanjangan izin kerja dan kontrak kerja. Malaysia saat ini memiliki program Rekalibrasi sehingga pemberi kerja bisa mendaftarkan pekerja migrannya yang berstatus illegal untuk memperoleh izin kerja. Sehingga pekerja migran tersebut dapat berubah status menjadi pekerja legal. 

Lebih lanjut, Pemerintah Indonesia meminta agar ada tindakan tegas dari Pemerintah Malaysia kepada para pemberi kerja di Malaysia  yang secara sengaja mempekerjakan PMI Domestik secara ilegal.

Kemudian keenam, pemeriksaan kesehatan PMI. Indonesia mengusulkan agar pemeriksaan kesehatan dilakukan hanya satu kali, yaitu sebelum keberangkatan ke Malaysia untuk mengurangi beban biaya penempatan. 

"Mengingat saat ini pemeriksaan kesehatan dilakukan dua kali, yaitu sebelum keberangkatan ke Malaysia dan setelah ketibaan PMI di Malaysia," tambahnya.

Selanjutnya ketujuh, akses kekonsuleran. Malaysia menjamin bahwa Perwakilan RI memiliki akses kekonsuleran kepada PMI di Malaysia dan Indonesia meminta agar klausul terkait akses kekonsuleran tetap masuk ke dalam draf MoU.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya