Perusahaan Teknologi Digital Bakal IPO, Bisakah Jadi Primadona Pasar?
- VIVAnews/M Ali Wafa
VIVA – Kabar mengenai keinginan perusahaan teknologi digital untuk menawarkan saham perdana di Bursa Efek Indonesia (BEI) semakin menguat. Dua perusahaan digital yang digadang-gadang bakal melakukan Initial Public Offering (IPO) pada bulan ini adalah Bukalapak dan Ultra Voucher.
Pengamat pasar modal Rovandi mengungkapkan, market atau pelaku pasar akan antusias menyambut emiten teknologi digital yang akan melakukan IPO. Selain kapitalisasi yang besar, nama brand juga dianggap sudah banyak di kenal masyarakat.
Di sisi lain, dia melanjutkan, terjadi juga peningkatan minat penggunaan jasa teknologi di masyarakat, tak heran jika para investor akan menantikan kedatangan emiten sektor teknologi di papan perdagangan BEI dalam waktu dekat.
"Kalau jadi primadona, harus lihat market value nya, murah apa mahal IPO nya," kata dia kepada VIVA, Rabu, 7 Juli 2021.
Rovandi pun menilai, strategi bisnis dengan IPO ini tentu akan membuat perusahaan digital dapat memperluas basis investasi para pemilik modal dalam negeri. Era digitalisasi juga menjadi potensi yang baik bagi perusahaan berbasis teknologi untuk terus tumbuh.
Apalagi, pada masa pandemi COVID-19 seperti saat ini, perusahaan teknologi digital juga memiliki potensi terus tumbuh, sebab masyarakat harus membatasi aktivitasnya dan itu bisa difasilitasi teknologi digital. Dana yang terkumpul pun dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan bisnis perusahaan.
"Salah satu tujuan IPO ya untuk mencari dana segar. Melalui IPO nantinya bisa melakukan right issue dan lain-lain. Tapi di atas itu brand mereka akan lebih besar dan terkenal," paparnya.
Kabar mengenai IPO perusahaan digital tersebut mencuat setelah adanya dokumen mini expose Bukalapak yang bocor ke publik. Kabarnya startup e-commerce asal Indonesia ini bakal melaksanakan IPO pada akhir Juli 2021.
Perusahaan rintisan berstatus unicorn tersebut juga dikabarkan bakal menggunakan kode BUKA dan akan melepas sebanyak-banyaknya 25 persen saham dari total modal yang disetor dan ditempatkan.
Selain itu, kabarnya Bukalapak sendiri sudah menunjuk setidaknya 5 penjamin emisi yang terbagi atas joint global coordinator, joint bookrunners, joint lead managing underwriters, dan domestic underwriters.
Lima penjamin emisi tersebut adalah UBS (global), BofA Securities, Mandiri Sekuritas, PT Buana Capital Sekuritas, dan PT UBS Sekuritas Indonesia. Bukalapak juga akan menawarkan saham alokasi untuk karyawan alias employee stock allocation (ESA) sebanyak maksimal 0,1 persen dari total saham IPO yang ditawarkan.
Perusahaan berbasis teknologi digital lainnya yang akan melantai di BEI pada Juli 2021 juga ada PT Trimegah Karya Pratama atau yang dikenal dengan merek dagang Ultra Voucher. Perusahaan dengan kode UVCR ini akan melepas maksimal 25 persen dari modal ditempatkan dan disetor penuh, atau maksimal 500 juta lembar saham.
Berdasarkan prospectus yang sudah dipublikasikan, saat ini, UVCR sedang menjalankan periode bookbuilding di mana harga yang ditawarkan di rentang Rp100–Rp130 per saham. Dengan demikian dana yang akan terkumpul ditargetkan sebesar Rp50 miliar–Rp65 miliar.
Ultra Voucher telah menunjuk PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia sebagai Join Lead Underwriters (JLU) atau Penjamin Pelaksana Emisi Efek bersama PT NH Korindo Sekuritas Indonesia dan PT Surya Fajar Sekuritas.
Secara bersamaan, Ultra Voucher juga akan menerbitkan 250 juta Waran Seri I yang menyertai Saham Baru Perseroan atau sebanyak-banyaknya 16,67 persen. Waran Seri I diberikan secara cuma-cuma sebagai insentif bagi para pemegang Saham Baru yang namanya tercatat dalam Daftar Pemegang Saham pada tanggal penjatahan dengan ketentuan setiap pemegang dua saham maka berhak memperoleh satu Waran Seri I.
Chief Operating Officer & Co-Founder PT Trimegah Karya Pratama Riky Boy Permata mengungkapkan secara fundamental, bisnis Ultra Voucher menunjukkan performa positif, sepanjang 2020, laba bersih tahun berjalan tercatat melonjak 408,9 persen. Per Maret 2021, laba tahun berjalan tercatat Rp543,49 juta dengan total penjualan Rp194,48 miliar.
“Dana hasil IPO ini akan digunakan untuk meningkatkan fundamental bisnis Perseroan, yakni sekitar 36 persen untuk belanja modal termasuk pengembangan produk dan fitur, 34 persen untuk beban operasional termasuk penambahan sumber daya manusia, software, channel distribusi, dan 30 persen untuk peningkatan modal kerja termasuk pembelian persediaan voucher,” tutur dia.