Pemerintah Diminta Kaji Ulang Pajak Karbon, Beban Konsumen Makin Berat

Pelayanan pajak di kantor pusat Direktorat Jenderal Pajak di Kementerian Keuangan, Jakarta.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Chandra G Asmara

VIVA – Pemerintah melalui Rancangan Undang-undang (RUU) Perubahan Kelima UU Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), bakal memungut pajak karbon di Indonesia.

Mencapai Kebebasan Finansial Lebih Cepat dengan Prinsip FIRE (Financial Independence, Retire Early)

Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengatakan, pajak karbon ini juga akan menjadi salah satu bentuk komitmen Pemerintah untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebanyak 29 persen pada 2030.

Merespons rencana tersebut, peneliti dari Alpha Research Database Indonesia Ferdy Hasiman berpendapat, instrumen pajak itu akan semakin membebani masyarakat dan memperburuk iklim usaha. Sebab, beban pelaku usaha atas pengenaan pajak atas emisi karbon itu juga bakal semakin besar.

Mulai 2025, PPN Naik 12 Persen: Ini Barang dan Jasa yang Naik dan Dikecualikan

"Efek ke dunia usaha pasti besar, karena pasti menambah beban produksi, yang ujungnya juga akan ditanggung masyarakat selaku konsumen," ujar Ferdy dikutip dari keterangannya, Senin, 5 Juli 2021.

Karena itu, Pemerintah disarankan untuk mempertimbangkan ulang rencana pemungutan pajak karbon. Mulai dari sisi besaran tarif, entitas yang akan menjadi objek pajak, serta sektor atau aktivitas yang tercakup dalam pajak karbon.

SPBU di Sleman Diduga Manipulasi Pompa, Mendag: Kerugian Masyarakat Rp 1,4 Miliar Per Tahun

Baca juga: RI Bakal Bisa Minta Tolong 46 Negara Tagih Wajib Pajak di Luar Negeri

Terlebih, rencana Pemerintah memungut pajak karbon sulit diwujudkan selama belum meredanya Pandemi COVID-19. Sebab, sangat berdampak pada lesunya dunia usaha dan menurunnya daya beli masyarakat.

"Dunia usaha, semua sektor turun dan banyak perusahaan kinerjanya turun, meskipun itu perusahaan besar," tambahnya.

Lebih lanjut menurut dia, pengkajian ulang rencana itu perlu lebih matang dikoordinasikan antara kementerian, termasuk pelaku usaha terkait. Sehingga dipastikan tidak merugikan pelaku usaha dan daya beli masyarakat yang pada saat ini masih cukup tertekan.

"Harus ada transisi untuk meminimalisasi beban kepada masyarakat. Harus ada persiapan dan kombinasi, dan ini hanya bisa dilakukan jika ada komunikasi dengan pelaku usaha," katanya.

Seperti diketahui, subjek pajak karbon nantinya adalah wajib pajak orang pribadi atau badan yang membeli barang mengandung karbon. Atau, yang melakukan aktivitas yang menghasilkan emisi karbon. Pemerintah dan DPR masih melakukan pembahasan mengenai hal ini.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya