Dirjen Pajak Tetap Usulkan Tarif PPN Naik Jadi 12 Persen, Tapi...
- Mohammad Yudha Prasetya/VIVAnews
VIVA – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan tetap mengusulkan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi sebesar 12 persen dari yang saat ini diterapkan di Indonesia hanya sebesar 10 persen.
Saat rapat panja revisi Undang-Undang (UU) tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) dengan DPR, Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan, besaran tarif yang naik itu juga bisa lebih tinggi dan lebih rendah.
"Oleh karena itu, kami mengusulkan dalam UU ini bahwa tarif PPN naik jadi 12 persen dan ini subject to bisa di ubah ke 5 persen dan 15 persen dengan peraturan pemerintah," kata dia, Senin, 5 Juli 2021.
Baca juga: Kakak Ipar Najwa Shihab Diangkat Jadi Komisaris Pertamina
Dia menjelaskan, usulan kenaikan tarif PPN ini disebabkan tarif PPN yang digunakan Indonesia selama ini terbilang rendah. Sebab, rata-rata tarif di negara yang menjadi anggota OECD dikatakannya sebesar 19 persen atau 17 persen di negara anggota BRICS.
"Dan kecenderungan di beberapa negara akhir-akhir tahun ini adalah meningkatkan tarif PPN untuk mengompensasi kecenderungan penurunan tarif PPh Badan," tegas Suryo.
Di sisi lain, dia melanjutkan, selain menaikkan tarif PPN, banyak negara juga menurutnya cenderung sudah menerapkan multi tarif, sehingga besaran tarif PPN bisa lebih tinggi dan lebih rendah dari tarif normal yang 12 persen. Ini karena untuk mengurangi regresivitas PPN.
"Kami coba introduce tarif lebih rendah, jadi kemungkinan bisa beberapa tarif kita jalankan bersama dalam satu sistem pada suatu masa tertentu. Tarif yang lebih rendah untuk beberapa jenis kelompok barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat secara umum," tutur dia.
Untuk tarif yang lebih rendah, Suryo mengatakan besarannya sampai dengan 5 persen. Sementara itu, untuk tarif yang lebih tinggi dari 12 persen adalah sampai dengan besaran 25 persen. Ini akan dikenakan untuk beberapa golongan barang mewah yang dikonsumsi.
"Yang lebih tinggi dari tarif normal 12 persen untuk beberapa jenis barang atau jasa yang menurut kita bersama tergolong mewah untuk dikonsumsi. Sedangkan, ekspor tetap diterapkan tarif nol persen," ungkap Suryo. (dum)