Produk Impor Serbu Pasar Nasional, Industri TPT Minta Perlindungan

Pekerja menyelesaikan produksi kain sarung di Pabrik Tekstil Kawasan Industri Majalaya, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Jumat, 4 Januari 2019.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi

VIVA – Pasar produk Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) nasional di dalam negeri masih dihantui oleh serbuan produk-produk impor saat ini. Hal itu harus menjadi perhatian Pemerintah saat ini.

Tak Banyak Pemainnya, Chery J6 Laku Keras di GJAW 2024

Terlebih lagi, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengungkapkan, pasar internasional yang menjadi tujuan ekspor TPT Indonesia masih belum pulih akibat pandemi COVID-19. Karena itu perlindungan dari Pemerintah diperlukan.

“Indonesia merupakan negara dengan populasi ke-4 terbesar di dunia, menjadikan Indonesia target pasar yang menjanjikan bagi banyak negara produsen TPT, salah satunya China,” kata Sekretaris Jenderal API Rizal Tanzil Rahman dalam webinar bertajuk 'Kebangkitan Industri Tekstil Indonesia', di Jakarta, Kamis 1 Juli 2021.

Jembatani Industri dan Digitalisasi, Kemenperin Dorong Startup Genjot Inovasi

Rizal menjabarkan, barang yang diimpor ke Indonesia tidak hanya sisa ekspor dari negara lain. Melainkan juga pakaian bekas yang kini banyak diperjualbelikan di Indonesia, khususnya pada platform belanja online dan media sosial.

Padahal, impor barang bekas telah dilarang dalam Permendag Nomor 51 Tahun 2015. Untuk itu API menuntut Pemerintah memberlakukan Bea Masuk Tindak Pengamanan (BMTP) produk kain dan pakaian jadi.

Korsel Kirim Jet Tempur saat 11 Pesawat Militer China dan Rusia Masuki Zona Pertahanan Udaranya

“BMTP tidak mengganggu kinerja ekspor, karena tidak memengaruhi penyediaan bahan baku produsen pakaian tujuan ekspor yang mayoritas berada di Kawasan Berikat (KB) atau Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE),” terang Rizal.

Berdasarkan Data API, semenjak 2018 ekspor TPT Indonesia terus mengalami penurunan. Dari US$13,22 miliar (2018) menjadi US$12,84 miliar(2019) dan terakhir US$10,55 miliar pada 2020.

Menurut Rizal, pada kuartal I tahun 2021 ini pasar ekspor TPT Indonesia kembali mengalami perlambatan pertumbuhan. Hal itu tidak lain karena belum pulihnya kondisi negara tujuan akibat pandemi COVID-19.

Saat ini lanjut Rizal, industri TPT Indonesia telah terintegrasi dari sektor hulu hingga ke hilir. Di mana hampir seluruh bahan baku TPT telah dapat diproduksi di dalam negeri.

Baca juga: Ada PPKM Darurat, Menko Luhut Pastikan Bansos Kembali Disalurkan

Meski demikian, kurangnya investasi bagi industri bahan baku dalam negeri menyebabkan terputusnya mata rantai pasok dalam negeri.

“Dibutuhkan dorongan investasi pemerintah, terutama pada sektor hulu yang padat modal untuk menunjang kebutuhan bahan baku industri TPT dalam negeri,” kata Rizal.

Sementara itu Vice President PT Sucofindo (Persero) Soleh R Maryam menyampaikan, industri TPT, merupakan salah satu industri andalan Indonesia saat ini. Industri ini juga menyerap 3,74 juta tenaga kerja, dengan 1,1 juta industri Kecil Menengah (IKM).

Meski Demikian, Industri ini sangat terdampak oleh pandemi COVID-19. Terlihat dari pertumbuhannya minus 5,41 persen pada 2020. Selain itu, volume produksi sempat anjlok hingga 85 persen, dan utilisasi hanya 5,05 persen.

Lebih lanjut menurut Solah, selain digempur oleh produk impor, industri TPT nasional juga harus menghadapi kondisi menuanya mesin-mesin, dan tingginya ongkos produksi. Tantangan itu harus jadi perhatian Pemerintah.

“Industri TPT nasional perlu diberikan insentif, baik dalam bentuk tax deduction maupun penurunan harga gas bagi industri hulu tekstil,” tekan Soleh.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya