Sri Mulyani Akui Pajak Bagi Orang Kaya Belum Maksimal

Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro

VIVA – Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengakui bahwa pemajakan terhadap para orang kaya di Tanah Air selama ini belum berjalan secara optimal.

Mau Cepat Kaya dalam Waktu 60 Hari? Lakukan 8 Kebiasaan Ini Setiap Pagi!

Dia menjelaskan, salah satu penyebab dari masih rendahnya orang kaya yang bayar pajak, dikarenakan aturan fringe benefit (Natura) atau layanan yang diberikan oleh perusahaan pada pekerja di luar hak upah dan gaji.

"Lebih dari 50 persen tax expenditure PPH OP dimanfaatkan oleh wajib pajak (WP) orang pribadi (OP) berpenghasilan tinggi," kata Sri Mulyani dalam telekonferensi, Senin 28 Juni 2021.

Orang China Kaya Merapat, Motor Vespa Ini Hanya Dibuat 888 Unit Sesuai Shio 2025

Apalagi, Sri Mulyani juga menjelaskan bahwa rasio pajak (tax ratio) Indonesia sejak tahun 1998 silam hingga tahun 2020 kemarin, sebenarnya tidak mengalami pertumbuhan yang signifikan dan berarti. 

Padahal, dia melihat bahwa terjadi peningkatan pendapatan per kapita dari waktu ke waktu.

10 Juta Orang Kaya Doyan Belanja di Luar Negeri, RI Berpotensi Kehilangan Rp 324 Triliun

Hal ini menurutnya disebabkan oleh sejumlah hal. Misalnya 'informality' yang tinggi, masih banyak yang belum masuk sistem, insentif/fasilitas perpajakan, dan tingkat kepatuhan yang masih relatif rendah. 

"Peningkatan pendapatan per kapita kita dalam kurun waktu 1998-2020 belum diiringi dengan peningkatan tax ratio," ujar Sri Mulyani.

Karenanya, Sri Mulyani pun menegaskan bahwa yang dibutuhkan oleh pemerintah guna membenahi sektor perpajakan saat ini, adalah melakukan reformasi perpajakan. Khususnya pada dua ranah di dalamnya, yakni aspek kebijakan dan administrasi.

Dalam reformasi kebijakan, lanjut Sri Mulyani, pembenahan yang perlu dilakukan antara lain adalah memperluas basis pajak, menjawab tantangan competitiveness, insentif yang terukur, efisien, dan adaptif, serta fokus pada sektor bernilai tambah tinggi dan menyerap tenaga kerja.

"Lalu reformasi kebijakan juga harus mampu memperbaiki progresivitas pajak," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya