Sri Mulyani: Perusahaan Pengemplang Pajak Bersemayam di Irlandia Utara
- (ANTARA/HO-Humas Kemenkeu/pri.)
VIVA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa pemerintah dunia di negara-negara anggota G7 maupun G20 saat ini tengah fokus menciptakan iklim perpajakan yang seimbang antar negara.
Ini menurutnya akibat banyaknya perusahaan yang sering mengemplang pajak, termasuk perusahaan digital. Mereka menghindari kewajiban membayar pajak dengan mengalihkan pusat perusahaannya ke Irlandia Utara.
"Jadi, melakukan penghindaran pajak dengan memindahkan kantor pusatnya, terutama kalau di Amerika Serikat dan Eropa ke Irlandia Utara. Karena itu, dia hampir nol persen corporate income tax-nya," kata Sri di Kantor Pusat BPK, Jakarta, Selasa, 15 Juni 2021.
Sri mengatakan, perusahaan-perusahaan pengemplang pajak kini tidak hanya marak dilakukan perusahaan digital, karena mereka melakukan pemasaran tidak terbatas wilayah atau yurisdiksi suatu negara, namun katanya ini juga marak dilakukan perusahaan manufaktur.
"Kalau di AS tidak hanya perusahaan digital tapi pharmaceutical pindah ke sana sehingga mereka menghadapi erosi dari basis pajaknya. Kalau dikejar mau turunkan corporate income tax ya artinya risk to the bottom, bottom-nya 0 persen, kalau 0 persen ya semua negara enggak bisa collect tax," papar dia.
Oleh sebab itu, Sri menekankan, pemerintah negara-negara di G7 maupun G20 tengah mengusulkan supaya adanya ambang batas tarif pengenaan pajak minimum yang harus dikenakan terhadap perusahaan-perusahaan seperti itu.
"Mereka sepakati melakukan dalam forum internasional ada minimun taxation, dia gunakan angka 15 persen, ini yang kena nanti digital taxation maupun yang non, manufaktur, secara internasional yang bisa pindah yurisdiksi tadi," ujarnya.
Indonesia sendiri dikatakannya juga tengah membahas mengenai usulan pengenaan tarif minimum pajak tersebut. Di G20 sendiri katanya bahkan juga mengusulkan untuk mengenakan tarif pajak dari omset perusahaan-perusahaan tersebut sebesar 20 persen.
"Ini yang kita sedang dengan DJP (Direktorat Jenderal Pajak) menyiapkan hal itu. Negosiasi secara internasional nanti akan menyangktuti treshold company-nya, omsetnya, persentase yang boleh dibagi ini yang akan jadi debat," ujarnya.
Sri mengatakan, sebagai negara dengan perekonomian yang besar di kawasan ASEAN, Indonesia akan memperjuangkan usulan pengenaan pajak yang setara antar negara. Dia berjanji akan mengusahakannya meski perundingannya juga berpotensi alot.
"Akan jadi debat karena katakan revenue-nya 100 dibagi dengan headquarter, dengan tempat pemasaran, dengan rate pajak tertentu pasti 100 itu dibagi antar negara, itu enggak akan nambah dari 100 jadi nanti negosiasi yang cukup alot berapa yang harus dibayar dari yurisdiksi pajak yang mana," ujarnya.