Airlangga Ungkap Rekomendasi untuk Capai Ketahanan Air Nasional
- VIVA/Adri Irianto
VIVA – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan potensi ancaman ketahanan air yang tidak ditanggulangi akan berpotensi menurunkan produk domestik bruto (PDB) Indonesia sekitar 7,3 persen pada 2045.
"Adapun beberapa risiko ancaman terhadap ketahanan air Indonesia di masa depan yaitu kurangnya ketersediaan air," kata Airlangga dalam sidang pleno Dewan Sumber Daya Air Nasional Tahun 2021, secara virtual di Jakarta, Rabu 9 Juni 2021.
Menurutnya, kenaikan air laut dan penurunan muka tanah yang menyebabkan kejadian banjir di pesisir. Pengambilan air tanah secara tak terkendali juga berkorelasi terhadap potensi penurunan muka tanah hingga degradasi lahan.
Untuk itu, ia mengingatkan lagi merujuk amanat Undang-Undang (UU) No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air dan Peraturan Presiden (Perpres) No. 10 Tahun 2017. Dia menyampaikan peran Dewan SDA Nasional dan Dewan SDA Provinsi sangat diperlukan.
"Utamanya untuk mengintegrasikan berbagai kepentingan stakeholders dalam sebuah kebijakan nasional atau program pemerintah untuk meningkatkan ketahanan air Indonesia," jelasnya.
Adapun sidang pleno kali ini menyepakati beberapa hal, yakni rencana kerja Dewan SDA Nasional tahun 2021. Rekomendasi pengendalian erosi dan sedimentasi untuk pelestarian fungsi waduk.
Lalu, rekomendasi perspektif sumber daya air untuk pengembangan calon Ibu Kota negara, dan rekomendasi metodologi Indeks Ketahanan Air Nasional.
Airlangga, menyampaikan apa yang telah disepakati dan diputuskan dalam sidang pleno dapat menjadi bahan pertimbangan bagi Presiden Jokowi dalam penanganan isu strategis di bidang SDA. Kemudian, dapat segera dilaksanakan oleh seluruh stakeholders sesuai tugas dan fungsinya masing-masing.
Dia juga menambahkan, salah satu kunci keberhasilan untuk mencapai pengelolaan SDA terpadu adalah sinkronnya pelaksanaan kebijakan semua stakeholders. Hal ini dimulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, sampai evaluasi outcome yang ditargetkan.
Terkait rekomendasi pengendalian erosi dan sedimentasi untuk pelestarian fungsi waduk, hal ini perlu dilakukan secara terpadu di hulu maupun hilir.
Dia menekankan, dalam pengelolaan sebuah infrastruktur waduk/bendungan tidak bisa dimaknai hanya sebatas kegiatan operasi dan pemeliharaan badan waduk saja. Namun, juga mencakup pengendalian erosi dan sedimentasi yang berasal dari sempadan waduk (green belt) dan daerah tangkapan air atau Daerah Aliran Sungai (DAS).
Untuk itu, ia mengatakan, Kementerian PUPR, Kementerian LHK, Kementan, dan pemerintah daerah agar bersama-sama memusatkan atensinya dalam pengendalian erosi dan sedimentasi untuk menjaga kondisi hulu DAS dan kelangsungan fungsionalitas bendungan yang sudah ada.
"Terutama 61 bendungan baru yang akan dibangun untuk mendukung ketersediaan air, ketahanan pangan (food estate), penyediaan listrik melalui renewable energy, dan pengendalian banjir di daerah hilir," ujarnya.