DPRD Sayangkan Gula Rafinasi di Jawa Timur Dipasok dari Luar Daerah
- VIVA/Nur Faishal
VIVA – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur menyayangkan kebutuhan gula rafinasi untuk industri dan industri kecil menengah (IKM) di Jawa Timur dipasok dari luar daerah. Sehingga ongkos transportasi angkut lebih basar dan itu artinya memakan biaya yang lebih besar dibandingkan mengambil dari dalam provinsi Jawa Timur.
Hal itu disampaikan Ketua Komisi B DPRD Jawa Timur Aliyadi Mustafa kepada wartawan pada Rabu, 9 Juni 2021. Ia mengutarakan itu usai bersama legislator lainnya dan Dinas Perkebunan serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jatim melakukan kunjungan kerja ke pabrik gula berbasis tebu, PT Kebun Tebu Mas (KTM) di Ngimbang, Kabupaten Lamongan, Jatim, pada Selasa kemarin.
Aliyadi menjelaskan, kondisi itu menyusul adanya Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 3 Tahun 2021 yang menyebutkan bahwa pabrik yang dapat mengolah rafinasi dibatasi hanya bagi pabrik yang izin usahanya terbit sebelum 25 Mei 2010. Sedangkan pabrik pengolah gula rafinasi di Jawa Timur tidak ada yang memenuhi kriteria itu.
“Menurut saya, KTM harus terus-menerus memberikan manfaat untuk Jawa Timur. Karena bagaimana pun juga PG ini, kan, mitra pemerintah untuk memenuhi kebutuhan industri dan masyarakat. Untuk itu, nanti kami bersama jajaran Pemerintah Provinsi Jatim, dalam hal ini Dinas Perkebunan dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan, akan bersama-sama melakukan koordinasi ke Jakarta,” katanya.
Hal yang sama diutarakan anggota Komisi B DPRD Jawa Timur dari Fraksi Demokrat, Subianto, Daniel Rohi dari Fraksi PDI Perjuangan, dan Rohani Siswanto dari Fraksi PPP. “Karena apa pun bentuknya, kebutuhan industri di Jawa Timur harusnya disuplai dari sini. Kalau disuplai dari sini biaya atau ongkosnya lebih murah,” kata Subianto.
Terlebih keberadaan KTM selama ini juga telah memberikan keuntungan pada petani, karena Sistem Pembelian Tebu (SPT) dilakukan secara transparan dan rendemen yang diukur juga transparan sehingga petani senang dan berbondong bondong memasukan tebu mereka ke pabrik gula itu.
“Bahkan saya secara pribadi sebagai petani, rendemen tebu saya telah mencapai sebesar 9,57 persen, dengan equivalent harga tebu sebesar Rp98.000 per kuintal, hampir mendekati angka Rp100.000 per kuintal tebu. Padahal, di PG lain belum ada yang menyentuh menyentuh Rp 80.000 per kuintal tebu. Di sini bisa menyentuh hingga angka tersebut, sehingga petani senang bermitra dengan KTM,” ujar Subianto.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Timur Drajat Irawan mengungkapkan bahwa penentuan kuota impor ditentukan dalam Rapimtas di Kementerian Lembaga dan sama sekali tidak melibatkan pemerintah provinsi, walaupun dalam sebuah kesempatan yang lain, Gubernur bersama Dinas sempat dipanggil untuk membahas keberadaan gula rafinasi.
Padahal, kata Drajat, Jawa Timur adalah pengguna rafinasi terbesar kedua setelah Jawa Barat dengan rata-rata kebutuhan sebesar 27.000 ton per bulan atau sebesar 324.000 ton per tahun.
“Variabel jelas, yang dapat ijin impor hanya 11 perusahaan di luar Jatim sehingga harus ada biaya transportasi. Kedua KTM telah membangun PG dengan teknologi yang tidak bisa ditransformasikan, sehingga ketika kebutuhan gula rafinasi disuplai dari sini maka akan ada efisiensi. Tetapi di sisi lain Permenperin itu juga ada semangat lumbung pangan. Ini yang harus dipikirkan juga,” katanya.
Direktur KTM Agus Susanto menyatakan komitmennya untuk membantu pemerintah menyukseskan swasembada gula nasional, salah satunya melalui kebijakan beli putus dan jaminan rendemen minimal 7 persen kepada petani tebu yang menjadi mitra KTM.