Kisruh Garuda, DPR Minta Hal Ini ke Komisaris-Kementerian BUMN

Pesawat Garuda Indonesia di HUT ke-72.
Sumber :
  • Dok. Garuda Indonesia

VIVA – Anggota Komisi VI DPR  Andre Rosiade buka suara dan berupaya menengahi kisruh terkait kondisi keuangan Garuda Indonesia, yang sempat memicu polemik antara Juru Bicara Kementerian BUMN, Arya Sinulingga dan Komisaris Garuda Indonesia, Peter F. Gontha.

Akhir Pekan Ceria! IHSG Ditutup Menguat 0,60 Persen dan Saham Prajogo Masih Kokoh

Sebagai anggota Komisi VI DPR, Andre meminta semua pihak baik komisaris maupun pihak di Kementerian BUMN, untuk menahan berkomentar yang akhirnya menimbulkan kontraproduktif bagi semua pihak.

"Permasalahan Garuda ini adalah permasalahan masa lalu, beban masa lalu, di mana leasing pesawat yang begitu mahal, ada dugaan mark up yang begitu mahal di periode manajemen masa lalu," kata Andre kepada awak media, Minggu 6 Juni 2021.

Menteri BUMN dan Menteri PKP Kolaborasi Genjot Program 3 Juta Rumah Prabowo

"Nah, diduga itu di masa salah satu direksi yang sudah ditangkap oleh KPK, dan kita tahu semuanya bahwa pak Peter F. gontha adalah salah satu komisaris saat itu," ujarnya.

Andre memastikan pernyataan Arya Sinulingga sebagai Staf Khusus Menteri BUMN, sama sekali tidak bermaksud menyudutkan para pemegang saham.

IHSG Dibuka Menguat Setelah The Fed Pangkas Rate

"Yang disampaikan Beliau waktu itu yang saya terjemahkan ya, itu pak Pieter adalah komisaris di zaman direksi yang ditangkap KPK itu. Kenapa pak Peter F. Gontha waktu jadi komisaris di saat itu tidak mengawasi leasing yang begitu mahal, asuransi yang begitu mahal. Ada dugaan mark up yang luar biasa. Ke mana saja pak Peter F gontha saat itu? itu dugaan saya dari maksud Bang Arya," kata Andre.

Andre pun mempertanyakan kenapa seakan-akan hal tersebut seperti sedang berteriak-teriak menyinggung pemegang saham minoritas. Menurut dia, jika berbicara pemegang saham minoritas, Andre memastikan bahwa pemerintah sangat peduli dengan posisi pemegang saham Garuda. Sehingga pada tahun 2020 lalu ada pinjaman Rp8,5 triliun yang diberikan pemerintah kepada Garuda.

"Nah kenapa Rp8,5 triliun itu dalam bentuk pinjaman? Karena kalau dalam bentuk penyertaan modal negara (PMN) itu akan berimplikasi terdelusinya saham milik pemegang saham minoritas di Garuda," ujarnya.

Andre mengatakan, kalau pemerintah tidak peduli kepada Garuda Indonesia maka tentunya tahun 2020 lalu akan ada PMN. 

"Pemerintah memberikan pinjaman kepada Garuda Rp8,5 triliun bukan PMN, itu bentuk pemerintah sangat peduli dengan posisi pemegang saham minoritas. Jadi tidak benar juga kalau pemerintah dibilang tidak peduli dan tidak ingat sejarah terhadap pembelian saham minoritas yang dilakukan oleh pak CT," ujarnya.

Diketahui dalam pemberitaan VIVA sebelumnya disebut bahwa kisruh soal nasib Garuda Indonesia terus menjadi sorotan publik saat ini. Buntut dari masalah keuangan yang dihadapi, muncul saling serang antara Juru Bicara Kementerian BUMN Arya Sinulingga dengan Komisaris Garuda Indonesia Peter F Gontha.

Peter Gontha melalui akun Instagram resmi miliknya @petergontha mengungkapkan rasa tersinggungnya terhadap berbagai pernyataan Arya di publik terkait posisinya sebagai komisaris Garuda Indonesia. Dia pun mengunggah surat terbuka yang berisi pernyataan Arya beserta jawaban langsung dengan gamblang.

"Kepada mas Arya Sinulingga, mohon maaf saya kasih penjelasan dikit yah melalui surat terbuka," tulis Peter dalam keterangan posting-an tersebut, dikutip Sabtu, 5 Juni 2021.

Salah satu pernyataan Arya yang disoroti Peter yang disampaikan jawabannya melalui surat itu adalah, penunjukan sebagai komisaris oleh pemegang saham minoritas di Garuda Indonesia. Dia pun menjawab secara tegas bahwa pemegang saham minoritas itu adalah bos CT Corp Chairul Tanjung.

"Memang saya mewakili orang yang memegang saham minoritas. Artinya dikitlah cuma 28 persen yaitu Chairul Tanjung. Tapi si minoritas yang rugi Rp11 Triliun ini ada perhitungannya," tulis Peter dalam surat itu.

Dia pun menjabarkan secara gamblang dari mana kerugian CT tersebut memegang saham Garuda Indonesia. Salah satunya harga saham yang dibeli CT 9 tahun lalu yaitu Rp625 per unit, sekarang melorot ke Rp256 per unit saham.

"Dalam kurun waktu 9 tahun kerugian CT saya hitung sudah Rp11,2 triliun termasuk bunga, belum hitung inflasi. Banyak juga ya Mas Arya?," lanjut Peter.

Dengan sejumlah fakta yang disampaikan itu, Peter pun menegaskan, dalam hal kerugian garuda yang paling sakit itu adalah CT. Yang disebut Arya minoritas, atau diistilahkan Peter adalah pemegang saham ecek-ecek.

"Sementara orang yang tidak setor apa-apa bikin aturan-aturan dan strategi tanpa libatkan pihak pak CT. Sedih kan," ungkap Peter.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya