Rumah Ramah Lingkungan Bisa Hemat Pengeluaran MBR, Ini Penjelasannya

Ilustrasi proyek perumahan.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah

VIVA – Studi terbaru South Pole yang didanai Bank Dunia mengungkapkan, membangun rumah ramah lingkungan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di Indonesia tidak secara signifikan meningkatkan biaya konstruksi. 

Kebakaran Hebat di Kebon Jeruk Jakbar, 15 Rumah Ludes Dilalap Api

Namun, investasi seperti itu dapat menghemat sumber daya alam penunjang seperti energi listrik dan air. Hal itu pada akhirnya akan mengurangi tagihan air dan listrik secara signifikan bagi para MBR.

Karena itu, Direktur Jenderal Pembiayaan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Eko Heri Poerwanto menegaskan, pembangunan rumah ramah lingkungan bagi akan didorong untuk penyediaan rumah bagi MBR.

Mencekam, Kawanan Gajah Liar Serang Rumah Warga di Lampung Barat

"Pemerintah berencana untuk membangun perumahan keberlanjutan sebagai inti dari program rumah yang terjangkau dan akan terus mendukung pembangunan konstruksi hijau di seluruh negeri, selain Program Satu Juta Rumah,” ujar Eko dalam Webinar Kementerian PUPR dan Bank Dunia, dikutip Jumat, 28 Mei 2021.

Baca juga: ASN Berbodong-bondong Ajukan KPR Tapera, Akad Perdana di Lampung

Karena Warisan Pria di Surabaya Bunuh Adik dan Keponakan, Ujungnya Menyesal

Dukungan kepada Pemerintah Indonesia untuk membangun dan menyediakan rumah ramah lingkungan yang terjangkau merupakan salah satu  perhatian khusus Bank Dunia. Hal itu ditegaskan World Bank Practice Manager Zhang Ming dalam kesempatan yang sama.

“Untuk itu, bersama dengan partner kami, Kementerian PUPR, dan melalui National Affordable Housing Program (Program Rumah Murah Nasional), kami mengambil langkah besar ke depan menuju tujuan tersebut dengan berkomitmen mendukung pengembangan 2.500 rumah hijau. 

Menurut dia, penyediaan perumahan dengan harga terjangkau dan peningkatan efisiensi energi bangunan sangat penting untuk menjawab tantangan masyarakat di Indonesia. Serta, dalam membangun dunia yang lebih hemat sumber daya dan tahan iklim. 

Menurutnya, salah satu cara untuk memperkenalkan aspek keberlanjutan atau hijau pada konstruksi perumahan berpenghasilan rendah di Indonesia adalah melalui partisipasi dalam skema sertifikasi bangunan hijau, seperti EDGE. 

Sebagai informasi, EDGE adalah sertifikasi dan standar bangunan hijau global yang dikembangkan untuk negara berkembang oleh International Finance Corporation (IFC), bagian dari Grup Bank Dunia. 

EDGE berfokus pada pengurangan konsumsi energi dan air secara strategis dengan menawarkan sertifikasi untuk bangunan hemat energi yang memenuhi persyaratannya dan telah mensertifikasi bangunan seluas 880.000 meter persegi di negara berkembang.

Untuk mendapatkan sertifikasi EDGE, perumahan MBR perlu dirancang sedemikian rupa sehingga membantu mengurangi konsumsi air dan energi. Serta, memastikan emisi CO2 yang lebih rendah dibandingkan dengan perumahan konvensional.

Kemudian yang lebih penting, penghematan akan keseluruhan upaya itu harus mencapai setidaknya 20 persen untuk mencapai EDGE Standard dan 40 persen untuk sertifikasi EDGE Advanced.

“Meningkatnya kesadaran terhadap perubahan iklim dan populasi yang berkembang pesat di seluruh Indonesia dan Asia Tenggara berarti bahwa sekarang, kota-kota harus mempercepat inisiatif rendah karbon dan tahan iklim - seperti yang diperjuangkan oleh Pemerintah Indonesia dan Bank Dunia, ”kata Gaetan Hinojosa, Kepala Penasihat Pembiayaan Iklim di South Pole.

Seperti diketahui, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mengambil peran untuk mempercepat serapan hunian hijau. Pada April 2021, telah diluncurkan Peta Jalan Penyelenggaraan Bangunan Gedung Hijau Nasional dan Peraturan Menteri tentang Penilaian Kerja Bangunan Gedung Hijau.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya