Sri Mulyani Sebut Dana APBD Jatim Paling Banyak Mengendap di Bank

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Sumber :
  • (ANTARA/HO-Humas Kemenkeu/pri.)

VIVA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kembali mengkritisi masih banyaknya dana yang mengendap di rekening bank milik pemerintahan daerah (Pemda). Akibatnya, dana yang seharusnya digelontorkan ke masyarakat hanya mengendap di akun bank pemda.

Jokowi Sindir Anggaran di Daerah Banyak Digunakan untuk Kepentingan Politik

Sri pun menyebutkan sejumlah pemda yang memiliki rekening gendut tersebut atau dananya membengkak dan tidak tersalurkan menjadi belanja pemerintah untuk masyarakat. Adapun pemda tersebut disebutkannya adalah Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat.

"Kalau kita lihat beberapa daerah yang punya simpanan tinggi seperti Jawa Timur Rp25 triliun, Jawa Tengah Rp19 triliun, Jawa Barat Rp18 triliun dan ini adalah sesuatu yang masih jadi PR bagi kita," ungkapnya saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Senin, 24 Mei 2021.

Soroti Anggaran Daerah, Mendagri Tito: Biaya Program Rp5 Miliar tapi Perjalananan Dinas Rp10 Miliar

Sri menegaskan, gendutnya rekening pemda ini secara keseluruhan menyebabkan nominalnya hampir tembus Rp200 triliun. Hingga April 2021, Sri menegaskan bahwa nominal dana anggaran pemda yang mengendap di perbankan mencapai Rp194 triliun.

"Hampir Rp200 triliun, jadi kalau kita lihat April posisi 2021 itu Rp194 triliun simpanan pemda di perbankan. Ini naik terus menerus sejak Januari posisi Rp133 triliun naik ke Rp163 triliun, naik ke Rp182 triliun dan sekarang Rp194 triliun," ucapnya.

Pesantren dan Ratusan Rumah Terdampak Banjir di Jember

Kondisi ini menurut Sri tidak sebanding dengan upaya pemerintah pusat yang terus berusaha dengan cepat mengeluarkan anggaran dengan cara belanja negara. Apalagi, ekonomi masyarakat dikatakannya tengah tertekan akibat COVID-19.

"Kalau ditanya sinkronisasi, di APBN sudah kerja luar biasa keras dengan belanja untuk membantu masyarakat. Di daerah malah belum menjadi motor penggerak yang cukup tinggi," tegas mantan direktur pelaksana Bank Dunia ini.

Kondisi ini, ditegaskannya, bahkan terjadi meskipun pemerintah pusat belum secara penuh menyalurkan dana alokasi umum (DAU) untuk mendukung anggaran pemerintah daerah yang setiap tahunnya di transfer dari anggaran pemerintah pusat.

Secara umum, transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) dikatakannya minus 3,4 persen, dana bagi hasil (DBH) naik 52,2 persen karena adanya pembayaran kurang bayar, sedangkan untuk DAU kontraksi atau minus 16 persen dan dana alokasi khusus (DAK) fisik minus 36 persen.

"Ini situasi pada saat bahkan DAU nya belum kita salurkan secara penuh, jadi kalau kita salurkan mungkin kembali numpuk di sana juga. Jadi kalau kita lihat beberapa daerah yang punya simpanan tinggi itu seperti Jawa Timur," ujar Sri.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya