Cek Saldo di ATM Link Kena Biaya, YLKI: Aneh Bin Ajaib

ATM Link
Sumber :
  • Humas BRI

VIVA – Nasabah bank pelat merah yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara atau Himbara, mulai 1 Juni 2021, tidak gratis lagi untuk melakukan pengecekan saldo dan tarik tunai di ATM Link. Para nasabah akan dikenakan biaya dalam melakukan pengecekan saldo maupun tarik tunai.

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menegaskan keberatannya terkait kebijakan ini. Apalagi, kebijakan sangat merugikan konsumen.

"Terkait hal ini, pihak bank berdalih demi kenyamanan nasabah. Lah kenyamanan apanya? Emang ada surveinya terkait hal tersebut? Aneh bin ajaib. Itu klaim sepihak, mengatasnamakan konsumen. Klaim yang paradoks," kata Tulus dalam keterangannya, Sabtu 22 Mei 2021.

Camilannya Diborong Wapres Gibran, Nasabah PNM Mekar Ini Bangkit Usai Dihantam Pandemi

Baca juga: Menteri Tjahjo Pastikan ASN Tersangka Kasus Vaksin Ilegal Dipecat

Menurut Tulus, apa yang dilakukan oleh bank BUMN dengan menerapkan kebijakan tersebut merupakan langkah yang tidak adil. Bank dianggap memeras nasabah melalui biaya admin.

Apa Itu Reversal Rekening? Ini yang Harus Anda Ketahui Sebelum Panik!

"Yang terjadi bank menjadikan biaya admin sebagai pendapatan utama, dan ini tidak fair. Jika dicermati, hidupnya bank hanya mengandalkan biaya admin dari nasabah," kata Tulus.

Jika dicermati, kata Tulus, nasabah selalu dimintai sejumlah biaya dalam setiap bulannya. Dan itu dapat membuat uang nasabah yang ditabung habis perlahan.

"Coba kita cermati, setiap nasabah per bulan minimal dipotong Rp14.000. Belum biaya lain lain, seperti pajak. Jadi lama-lama uang nasabah itu habis dimakan biaya administrasi. Ini namanya nabung mau untung atau mau buntung?" ujarnya

Jika dari biaya penyimpanan saja sudah dapat membuat uang nasabah habis, apalagi jika untuk cek saldo saja dikenakan biaya. Hal itu menurut Tulus sangat merugikan nasabah.

"Makin tekor konsumen, saldonya makin tergerus. Lalu apa gunannya menyimpan uang di bank? Lebih baik nyimpan di kasur saja. Oleh karena itu, wacana ini harus ditolak karena merupakan kebijakan eksploitatif," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya