Asumsi Makro RAPBN 2022, Pertumbuhan Ekonomi Diusulkan 5,2-5,8 Persen

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Sumber :
  • Anwar Sadat/VIVA.

VIVA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menyampaikan rancangan asumsi makro ekonomi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022 saat rapat paripurna DPR RI, Kamis, 20 Mei 2021.

IHSG Diproyeksi Terkoreksi, Intip Rekomendasi Saham Potensial Cuan

Pemerintah, kata Sri mengusulkan asumsi makro pertumbuhan ekonomi 2022 ada di kisaran 5,2-5,8 persen. Sementara itu inflasi dipatok 2-4 persen dan tingkat suku bunga SUN 10 Tahun 6,32-7,27 persen.

Adapun untuk nilai tukar rupiah Rp13.900-Rp15.000 per dolar AS, harga minyak mentah Indonesia US$55-65 per barel, lifting minyak bumi 686-726 ribu barel per hari, dan lifting gas bumi 1.031 - 1.103 ribu barel setara minyak per hari.

Pertumbuhan Ekonomi Sumut 5,2 Persen Lebih Tinggi dari Nasional, PON XXI Jadi Pendorong

"Pemerintah mengusulkan kisaran indikator ekonomi makro untuk penyusunan RAPBN 2022 adalah sebagai berikut," kata dia di ruang rapat paripurna, Kamis, 20 Mei 2021.

Baca juga: Revisi UU KUP, Airlangga Sebut Ada Tax Amnesty hingga Pajak Karbon

BI Perkirakan Pertumbuhan Ekonomi 2024 di Kisaran 4,7-5,5 Persen

Sri mengatakan, terdapat berbagai langkah reformasi struktural yang terus dilakukan Pemerintah. ini menurutnya punya potensi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dari level sekitar 5 persen menjadi sekitar 6 persen per tahun.

"Dengan berbagai langkah reformasi struktural tersebut maka potensi pertumbuhan ekonomi dapat ditingkatkan dari level sekitar 5 persen menjadi level sekitar 6 persen per tahun," ujarnya.

Adapun reformasi struktural tersebut disebutkannya seperti, perbaikan kualitas sumber daya manusia dan tenaga kerja, pembangunan infrastruktur hingga penciptaan iklim usaha yang kondusif, birokrasi dan regulasi yang tidak rumit dan efisiensi.

"SDM nya harus berkualitas, infrastrukturnya harus mendukung, iklim usaha harus dipermudah. Pelaksanaan UU Cipta Kerja untuk kemudahan investasi dan simplifikasi regulasi harus berjalan efektif," tutur Sri.

Indikator makro ekonomi tersebut juga dikatakannya mempertimbangkan berbagai dinamika. Seperti, risiko ketidakpastian, potensi pemulihan ekonomi global dan nasional di tahun depan, serta dengan catatan bahwa COVID-19 dapat terus dikendalikan.

"Dan fungsi intermediary perbankan dapat kembali pulih, didukung oleh kebijakan moneter Bank Indonesia dan kebijakan sektor keuangan OJK yang kondusif," tegas Sri

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya