Postur APBN 2022, Defisit Anggaran Diperkirakan Rp808,2 Triliun

Menteri Keuangan Sri Mulyani
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 akan mengalami penyusutan defisit setelah pada 2020 melonjak drastis akibat pandemi COVID-19.

Bursa Asia Meriah, Kebahagiaan Investor atas Data Inflasi Jepang Jadi Pendorong

Meski demikian, dia menekankan, tema besar Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2022 dalam APBN adalah tetap fokus pada pemulihan ekonomi dan reformasi struktural.

"Tema dari KEM-PPKF kita pada 2022 sama seperti RKP (rencana kerja pemerintah) adalah pemulihan ekonomi dan reformasi struktural," kata Sri secara virtual, Kamis, 29 April 2021.

Bursa Asia Fluktuatif Akibat Pidato Ketua The Fed Terkait Suku Bunga AS

Baca juga: Jokowi Optimis Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II-2021 Capai 7 Persen

Ia menjelaskan, pada tahun 2022 defisit anggaran diperkirakan akan berada di kisaran 4,51-4,85 persen dari PDB atau Rp808,2 triliun sampai Rp879,9 triliun. Angka defisit ini lebih kecil dari target defisit pada 2021 yang sebesar 5,7 persen dari PDB atau sebesar Rp1.006,3 triliun.

Bursa Asia Runtuh Tertekan Anjloknya Indeks Acuan AS, Korea Selatan Lolos dari Resesi

Sementara itu, defisit keseimbangan primer ditargetkannya menyusut menjadi sekitar 2,31-2,65 persen atau sebesar Rp414,1-480,5 triliun. Sedangkan, pada 2021 lalu ditargetkan defisit sebesar 3,59 persen atau sekitar Rp633,12 triliun.

Target defisit ini diakibatkan pendapatan negara sebesar 10,18-10,44 persen dari PDB atau sebesar Rp1.823,5-1.895,4 triliun. Naik cukup pesat dari target yang dicanangkan pada 2021 sebesar Rp1.743,7 triliun atau 9,98 persen PDB.

Sedangkan belanja negara diperkirakan sebesar 14,69-15,29 persen dari PDB atau sebesar Rp2.631,8-2.775,3 triliun. Belanja ini menyusut dari target yang dipatok pada 2021 sebesar 15,58 persen PDB atau sebesar Rp2.750 triliun.

Dia mendetailkan, dari sisi pendapatan negara, akan bersumber dari penerimaan perpajakan sebesar 8,37-8,42 persen PDB atau setara Rp1.499,3-1.528,7 triliun. Angka ini naik cukup pesat dari 2021 sebesar 8,18 persen PDB atau Rp1.444,5 triliun.

Adapun penerimaan negara bukan pajak ditargetkan di kisaran 1,8-2 persen PDB atau setara dengan Rp322,4-363,1 triliun. Naik dari target yang dipatok pada 2021 sebesar 1,69 persen dari PDB atau senilai Rp298,2 triliun.

"Yaitu dengan menggali dan meningkatkan basis pajak, kita memperkuat sistem perpajakan dengan membangun cortex dan juga terus melakukan sinergi antara pendapatan pajak dan bukan pajak," tutur Sri.

Untuk belanja negara, terdiri dari belanja pusat sebesar 10,36-10,63 persen PDB atau Rp1.856-1.929,9 triliun dari 2021 sebesar 11,10 persen atau Rp1.954,5 triliun. Sedangkan transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) Rp4,33-4,66 triliun dari Rp4,48 triliun pada 2021.

"Kita akan terus mendesain belanja itu menjadi komponen automatic stabilizer artinya ketika ekonomi menekan masyarakat kita membantu, ketika membaik maka APBN akan scaling down sehingga APBN akan tetap fleksibel," papar dia.

Dengan pelebaran defisit yang masih ada tersebut, dia menargetkan pembiayaan anggaran pada 2022 sebesar Rp808,2-879,9 triliun. Terdiri dari pembiayaan utang 4,81-5,8 persen PDB dan pembiayaan investasi yang terkontraksi 0,3-0,95 persen PDB.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya