Pulihkan Ekonomi efek Pendemi, BUMDes di Bandung Beromset Rp30 Miliar

Pelaku UMKM (foto ilustrasi)
Sumber :

VIVA – Pemulihan ekonomi dampak COVID-19 terus menunjukkan peningkatan mulai dari level bawah di perdesaan. Salah satunya stimulus ekonomi oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Niagara Desa Wangisagara, Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung, yang menggulirkan perekonomian pada berbagai produk kebutuhan sehari-hari dan skema simpan pinjam hingga omsetnya mencapai Rp30 miliar.

Dharma Sebut Pasar Tanah Abang Alami Penurunan Omset Akibat Pandemi COVID-19

Dari raihan omzet itu, BUMDes Niagara mampu membukukan laba mencapai Rp1,8 miliar per tahun untuk pemasukan daerah. "Tahun kemarin (2020) kami menyetor untuk PADes Rp780 juta," kata Direktur Utama BUMDes Niagara Neneng Santiani dalam keterangan persnya, Jumat, 23 April 2021.

Neneng menuturkan, unit usaha yang dijalankan terdiri dari pengelolaan pasar tradisional, koperasi simpan pinjam, jual beli produk kerajinan, hingga pengelolaan sarana olahraga dan tempat wisata dengan total nilai aset Rp16 miliar.

Biaya Medis di Indonesia Melonjak, Gimana Nasib Tunjangan Kesehatan Karyawan?

Dia menjelaskan, keberhasilan BUMDes-nya berawal dari inisiatif warga dan aparatur desa untuk membangun pasar tradisional pada 2000. Saat itu, Desa Wangisagara yang masuk kategori desa tertinggal belum memiliki pasar sehingga warganya sulit untuk membeli kebutuhan sehari-hari.

Berawal dari modal Rp150 juta untuk keperluan membangun 48 kios, kata Neneng, terus berkembang sehingga terdapat 150 kios yang disewakan per 10 tahun sekali. "Dulu ke pasar terdekat sekitar 4 km. Akses jalan pun belum bagus. Selain dari sewa kios, kami menerima pendapatan dari retribusi," katanya.

Bertarung Pulihkan Pandemi, Jalan Terjal Pemerintah Indonesia Bangkit dari Belenggu COVID-19

Kemudian, dalam pengembangan usahanya, membangun koperasi simpan pinjam dengan fokus naaabah pedagang dan warga sekitar. Usaha itu pun terus berkembang karena membukukan laba yang signifikan. Bahkan, hingga saat ini keuntungan terbesar berasal dari simpan pinjam yang telah memiliki sekitar 3.000 nasabah.

"Berkembang dari mulut ke mulut. Awalnya pedagang, warga kami, sekarang nasabah kami banyak juga dari desa lain," katanya. 

Menurutnya, per satu tahun usaha simpan pinjamnya mampu berkontribusi 70 persen raihan laba. "Sisanya dari retribusi pasar dan sewa kaki lima," ujarnya.

Meski begitu, keberadaan BUMDes Niagara bukan tanpa persoalan. Sebagai contoh, Neneng mengakui, pihaknya masih kesulitan ketika mengembangkan unit usaha jual beli produk kerajinan. Pasalnya, lembaganya kesulitan dalam membuka pasar untuk menjual hasil produksi warga sekitar seperti sandal, sepatu, dompet, dan tas. 

"Pemasarannya masih sangat terbatas. Padahal dengan menjual produk-produk itu, kami ingin lebih memberdayakan masyarakat," katanya.

Neneng mengakui belum optimal dalam mengelola aset-aset yang ada. Meski bernilai fantastis, lembaganya belum memiliki sumber daya manusia (SDM) yang profesional.

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Jawa Barat Bambang Tirtoyuliono bersyukur atas makin banyaknya BUMDes di wilayahnya yang telah berhasil sehingga berkontribusi terhadap pemasukan kas desa. Meski begitu, dia memastikan perlunya pendampingan terhadap perusahaan pelat merah itu agar kinerjanya makin baik sehingga berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat.

Sebagai contoh, Bambang memastikan, pemerintah akan melakukan intervensi untuk mengoptimalkan BUMDes Niagara. "Pemerintah punya kewajiban untuk memberikan pendampingan tentang tata kelola keuangan, aset. Salah satunya melalui program AKSARA (akademi desa juara)," katanya, saat berkunjung ke BUMDes Niagara.

Dinas pun akan membantu pengrajin yang diberdayakan BUMDes Niagara agar menghasilkan produk dengan desain yang baik dan sesuai keinginan pasar. "Termasuk membantu untuk membuka akses pasar, seperti memberi pelatihan digital marketing dan mempertemukan dengan offtaker," katanya seraya menyebut pihaknya juga akan mendampingi BUMDes agar memiliki konsep dan rencana bisnis yang lebih baik sehingga lebih terstruktur melalui program SABISA atau sakola (sekolah) bisnis desa. 

Dinas akan berkolaborasi dengan organisasi perangkat daerah (OPD) lain untuk mengoptimalkan BUMDes, termasuk dengan mencarikan investor yang mau menanamkan modalnya. "Jika ini berhasil, ini jadi percontohan. Ini bisa jadi downline pemerintah untuk membantu BUMDes lain," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya