Tak Libatkan KPK Tagih Aset Penerima BLBI, Ini Alasan Pemerintah
- Reza Fajri/VIVA.
VIVA – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, menjelaskan alasan Komisi Pemberantasan Korupsi tidak dilibatkan di Satuan Tugas (Satgas) untuk Hak Tagih Negara Dana BLBI.
Menurut Mahfud yang pertama adalah dalam Satgas ini, menagih aset kepada bank - bank yang mendapat suntikan, posisi lembaga antirasuah sendiri adalah penegak hukum pidana.
"Lalu yang kedua KPK itu adalah lembaga dalam rumpun eksekutif tetapi bukan bagian dari pemerintah sehingga dia seperti Komnas HAM dan sebagainya. Dia kalau masuk ke tim kita nanti dikira disetir, dipolitisasi, dan sebagainya. Biar dia bekerja lah kalau memang ada korupsinya dari kasus ini nantikan bisa dia ikut, bisa tetap diawasi," kata Mahfud dalam keterangannya, Senin 12 April 2021.
Sekadar diketahui, pembentukan Satgas menyusul adanya vonis bebas Mahkamah Agung (MA) terhadap terdakwa korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Syafruddin Arsyad Temenggung. Syafruddin sebelumnya mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Negara (BPPN).
Selain itu, sejalan dengan perkara Syafruddin sebetulnya, KPK juga telah menetapkan tersangka Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Nursalim. Namun belakangan diketahui kasus keduanya mendapat Surat Perintah Penghentian Penyidikan(SP3) dari lembaga antirasuah itu.
Menurut Mahfud, meski tak melibatkan KPK, tapi Satgas tetap berkoordinasi dengan lembaga pimpinan Firli Bahuri.
"Saya sudah koordinasi dengan KPK. Saya perlu data-data pelengkap dari KPK karena tentu KPK punya data-data lain di luar soal hukum perdata yang bisa ditagihkan digabungkan ke perdata karena pidananya sudah diusut. Hari selasa besok saya akan ke KPK," ujarnya.
Mahfud bilang, hitung-hitungan dari tim yang terdiri dari Dirjen Kekayaan Negara dan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara, hak tagih pemerintah terhadap sejumlah bank yang menerima program BLBI berupa jaminan surat, jaminan uang, jaminan deposito dan sebagainya. Jika ditotal, hampir Rp110 triliun.
Keberadaan Satgas sendiri berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2021. Meski belum merinci jaminan siapa-siapa saja yang akan ditagih berdasarkan jaminan.
Namun berdasarkan catatan VIVA, pada 1998, Bank Indonesia mengucurkan sebagai pinjaman kepada 48 bank yang mengalami kesulitan likuiditas. Salah satunya Bank Dagang Negara Indonesia, di mana Sjamsul Nursalim pemegang saham pengendalinya.
"Pasti transparan karena ini kan hak masyarakat untuk tahu, nanti akan ada pemanggilan-pemanggilan, kemudian akan diumumkan uangnya berapa yang bisa langsung dieksekusi itu seberapa besar, kita nanti akan transparan ke masyarakat. Mengapa saya katakan bisa langsung dieksekusi atau tidak? Karena begini, dari uang yang harus ditagih sebesar Rp108-109 triliun itu ada yang berbentuk sertifikat bangunan, tapi barangnya mungkin tidak sesuai dengan sertifikat. Ada yang baru menyerahkan surat pernyataan, tetapi dokumen pengalihannya belum diserahkan ke negara, belum ditandatangani, meskipun sudah dipanggil karena masih ada dugaan pidana dan sebagainya itu," kata Mahfud.
"Kemudian ada juga yang nilainya itu sudah naik, sesudah dijaminkan dulu ke negara sekian sehingga timbul tafsir apakah ini jaminan penuntasan kredit ataukah aset itu dikuasai oleh negara itu juga tentu kalau bagi kami itu aset negara. Karena pada awal itu nilainya di bawah, kalau sekarang berkembang lagi sesudah 14 tahun-16 tahun berkembang-berkembang kemudian kita perlu kepastian bahwa dulu yang diambil yang dijaminkan ke negara itu asetnya bukan jumlah kreditnya. Karena pada waktu itu kalau kredit aset ndak cukup sekarang sudah lebih karena sudah 16 tahun kan," bebernya.
"Nah macam-macam itu harus jelas posisi hukumnya," ujarnya.