IMF Pangkas Proyeksi Ekonomi RI, Sri Mulyani Optimis Lebih Tinggi

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Sumber :
  • (ANTARA/HO-Humas Kemenkeu/pri.)

VIVA – International Monetary Fund (IMF) melakukan revisi ke bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk 2021. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun angkat suara terkait revisi tersebut. 

BI Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi 2025 Capai 5,6 Persen

Sebagaimana diketahui, dalam World Economic Outlook Managing Divergent Recoveries yang dipublikasikan 6 April 2021, ekonomi Indonesia diperkirakan tumbuh tahun ini 4,3 persen dari sebelumnya 4,8 persen.

Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia ini berada di bawah tiga negara ASEAN lainnya, seperti  Malaysia, Vietnam, dan Filipina. Masing-masing diperkirakan 6,5 persen, 6,5 persen dan 7,2 persen, jauh di atas Indonesia.

Jaminan Sosial Pegang Peranan Penting Dorong Pertumbuhan Ekonomi Nasional

Baca juga: Sandiaga Uno Ingin Tes GeNose Diperluas Agar Pariwisata Bangkit

Sri menegaskan, proyeksi yang ditetapkan IMF tersebut saat ini merupakan bagian dari proyeksi-proyeksi yang sudah disampaikan lembaga lain, yaitu mengacu pada ketidakpastian. Sehingga, asumsi yang digunakan kompleks.

Sekjen OECD Temui Prabowo di Istana Jakarta

"IMF merevisi ke bawah, buat kita semua prediksi sekarang selalu subject to uncertainty pasti asumsinya macam-macam, vaksinasi kemudian third wave (gelombang ketiga) dan lain-lain," kata Sri Mulyani di Bali, Jumat, 9 April 2021.

Akan tetapi, dia menekankan, pemerintah masih memiliki optimisme bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa tumbuh di kisaran batas bawah 4,5 persen dan batas atas hingga 5,3 persen. Lebih tinggi dari perkiraan IMF.

Sebab, Sri mengklaim bahwa pemerintah memiliki sisi kebijakan yang bisa mengontrol pola penanganan wabah pandemi COVID-19 terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan.

Menurutnya, ini terbukti saat pemerintah mampu menahan laju kontraksi ekonomi Indonesia dari kuartal II-2020 minus 5,3 persen sehingga akhirnya bangkit pada kuartal IV-2020 menjadi minus 2,19 persen.

"Makanya kita pada 2021 melakukan adjustment setelah kita cukup menahan kontraksi tidak terlalu dalam, kalau negara lain minus 8-9 persen kita di minus 2 persen dengan fiskal defisitnya yang lebih kecil," ungkap Sri.

Baca juga: SBY Daftarkan Merek Partai Demokrat, Moeldoko Cs: Satu Kata, Lawan

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya